Sungai Raya (Antara Kalbar) - Pengamat pemerintahan dari Institut Indonesia Moeda, Muda Mahendrawan mengimbau pemerintah Kabupaten Kubu Raya Kalbar untuk tidak menakut-nakuti kepala desa secara berlebihan menjelang implementasi UU Desa dan pengucuran dana alokasi desa dari APBN pusat pada April ini.
"Menjelang pelaksanaan UU Desa itu kerap kita dengar semakin banyak memunculkan komentar dan tanggapan dari berbagai elemen yang terkesan terlalu berlebihan dengan menakut-nakuti para kades dan aparatur desa lainnya, sehingga para kades dan aparat desa sepertinya banyak yang seolah menjadi ketakutan karena seolah belum apa-apa sudah dimunculkan persepsi-persepsi negatif terhadap mereka," kata Muda Mahendrawan di Pontianak, Rabu.
Dia mengungkapkan, meskipun hal itu bertujuan baik untuk mengingatkan para kades, namun kalau sudah berlebihan justru seperti meneror dan tekanan psikologis sangat kuat. "Padahal kita yakin para kades dan aparatur juga memahami risiko yang akan mereka terima termasuk risiko terjerat kasus hukum dalam mengelola anggaran dana desa jika terjadi penyimpangan dalam penggunaannya kelak pada tiap tahun anggaran," katanya.
Mantan Bupati pertama Kubu Raya itu yakin selama ini desa-desa sebenarnya telah melatih diri, paling tidak sejak berlakunya PP 72 tahun 2005 yang mengatur tentang ADD sebagai anggaran yang dialokasikan tiap tahun di� APBD seluruh kabupaten di Indonesia yang rata-rata sudah diimplementasi selama tujuh tahun belakangan ini.
"Sehingga desa-desa sebenarnya juga sudah belajar melatih diri dalam mengelola ADD, dan memang tidak semua bisa berjalan mulus, karena ada juga yang akhirnya tersangkut kasus hukum akibat salah kelola ADD," katanya.
Namun menurut Muda, banyak juga desa yang sudah mampu membuat pengelolaan keuangan desa berjalan baik dan tidak ada masalah, sehingga kalau pun sekarang ada dana desa dari pemerintah pusat lewat APBN tidak membuat desa kesulitan. "Karena mereka sudah terbiasa kelola ADD secara benar dan tepat sasaran serta bermanfaat langsung ke masyarakat desa," tuturnya.
Terpenting sekarang ini, lanjut Muda, semua elemen terutama kaum terdidik mestinya bukan hanya menyangsikan kemampuan aparat desa untuk kelola dana desa itu, namun yang lebih penting adalah bagaimana kita juga merasa bertanggung jawab untuk turut melakukan pencerahan dan penguatan kapasitas SDM di desa dan menyiapkan segala sesuatu yang mengarah pada upaya agar desa melakukan tata kelola pemerintahan desa yang baik, transparan, terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Karena tentu tak adil kalau kita hanya bisa menyalahkan bahkan terkesan terus menganggap aparatur desa belum mampu kelola dana desa itu. Lalu sampai kapan desa-desa bisa belajar melatih diri dan belajar mandiri dalam mengelola kewenangan desa yang telah diakui oleh UU Desa untuk tujuan mengurangi kemiskinan dan pengangguran di desa," kata Muda.
Dia menambahkan, saat ini yang dibutuhkan adalah langkah nyata untuk mengawal desa dan aparatur desa agar bisa mengelola uang dana desa itu dengan tidak menyimpang dan menyalahgunakan kewenangan yang ada. Beberapa langkah taktis yang perlu dilakukan oleh aparatur desa agar tidak membuka celah penyimpangan ADD adalah dengan menyiapkan database desa yang akurat terutama terkait dengan data kemiskinan yang akurat serta data kependudukan, data pendidikan, data kesehatan, data infrastruktur, data potensi sumber daya alam dan sebagainya.
Kemudian langkah untuk melakukan revisi dan perbaikan RPJM Desa dari sejak sekarang yang disusun secara partisipatif dan mengikuti alur proses sesuai ketentuan. Dan yang lebih penting, para kades bersama aparat desa perlu mengejar penguatan kapasitas mereka sendiri dengan proaktif berinisiatif melalui pelatihan tentang tata kelola keuangan dan aset dengan menghubungi pihak yang punya kompetensi untuk itu di kabupaten masing-masing.
"Misalnya mereka yang selama ini banyak terlibat di program pemberdayaan seperti fasilitator PNPM atau organisasi NGO yang sering melakukan dampingan di desa-desa. Jadi jangan hanya menunggu pelatihan atau bimtek yang diadakan oleh pemkab saja, karena akan terlambat untuk melatih diri, sebab pemkab sebagai pembina melalui badan pemdes juga terbatas anggaran mengingat jumlah yang banyak dan menyebar luas maka akan berat juga dalam melakukan pembinaan dan supervisi," kata mantan Bupati Kubu Raya periode 2008-2013 itu.
Dia juga menyarankan agar semua pihak, baik pemerintah maupun lainnya perlu menyamakan cara pandang bahwa justru bukan kita hanya terus menerus meneror dan bertanya apakah desa-desa sudah mampu mengelola uang yang besar nantinya. Akan tetapi justru seharusnya pertanyaannya dibalik, sudahkah semua pihak baik elit di pemerintah maupun elit politik betul-betul turut andil secara nyata dalam menyiapkan kapasitas aparatur desa agar bisa menjalankan kewenangan mengelola dana desa itu dengan benar dan tepat.
"Kalau kades dan aparatur desa terlalu khawatir berlebihan maka dampaknya pengelolaan dana desa justru bisa jadi lambat dan penuh keraguan berlebihan, dan ini bisa sebabkan dana desa sulit terserap dengan maksimal," katanya.
Akhirnya proses pembangunan dan pemberdayaan justru lambat bahkan jalan ditempat dan tidak muncul kreativitas sama sekali dalam mengelola kewenangan desa sehingga justru perkembangan dan proses transformasi sosial ekonomi tak bisa mengalami percepatan kemajuan sebagaimana diharapkan, kata Muda.
(KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Menjelang pelaksanaan UU Desa itu kerap kita dengar semakin banyak memunculkan komentar dan tanggapan dari berbagai elemen yang terkesan terlalu berlebihan dengan menakut-nakuti para kades dan aparatur desa lainnya, sehingga para kades dan aparat desa sepertinya banyak yang seolah menjadi ketakutan karena seolah belum apa-apa sudah dimunculkan persepsi-persepsi negatif terhadap mereka," kata Muda Mahendrawan di Pontianak, Rabu.
Dia mengungkapkan, meskipun hal itu bertujuan baik untuk mengingatkan para kades, namun kalau sudah berlebihan justru seperti meneror dan tekanan psikologis sangat kuat. "Padahal kita yakin para kades dan aparatur juga memahami risiko yang akan mereka terima termasuk risiko terjerat kasus hukum dalam mengelola anggaran dana desa jika terjadi penyimpangan dalam penggunaannya kelak pada tiap tahun anggaran," katanya.
Mantan Bupati pertama Kubu Raya itu yakin selama ini desa-desa sebenarnya telah melatih diri, paling tidak sejak berlakunya PP 72 tahun 2005 yang mengatur tentang ADD sebagai anggaran yang dialokasikan tiap tahun di� APBD seluruh kabupaten di Indonesia yang rata-rata sudah diimplementasi selama tujuh tahun belakangan ini.
"Sehingga desa-desa sebenarnya juga sudah belajar melatih diri dalam mengelola ADD, dan memang tidak semua bisa berjalan mulus, karena ada juga yang akhirnya tersangkut kasus hukum akibat salah kelola ADD," katanya.
Namun menurut Muda, banyak juga desa yang sudah mampu membuat pengelolaan keuangan desa berjalan baik dan tidak ada masalah, sehingga kalau pun sekarang ada dana desa dari pemerintah pusat lewat APBN tidak membuat desa kesulitan. "Karena mereka sudah terbiasa kelola ADD secara benar dan tepat sasaran serta bermanfaat langsung ke masyarakat desa," tuturnya.
Terpenting sekarang ini, lanjut Muda, semua elemen terutama kaum terdidik mestinya bukan hanya menyangsikan kemampuan aparat desa untuk kelola dana desa itu, namun yang lebih penting adalah bagaimana kita juga merasa bertanggung jawab untuk turut melakukan pencerahan dan penguatan kapasitas SDM di desa dan menyiapkan segala sesuatu yang mengarah pada upaya agar desa melakukan tata kelola pemerintahan desa yang baik, transparan, terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Karena tentu tak adil kalau kita hanya bisa menyalahkan bahkan terkesan terus menganggap aparatur desa belum mampu kelola dana desa itu. Lalu sampai kapan desa-desa bisa belajar melatih diri dan belajar mandiri dalam mengelola kewenangan desa yang telah diakui oleh UU Desa untuk tujuan mengurangi kemiskinan dan pengangguran di desa," kata Muda.
Dia menambahkan, saat ini yang dibutuhkan adalah langkah nyata untuk mengawal desa dan aparatur desa agar bisa mengelola uang dana desa itu dengan tidak menyimpang dan menyalahgunakan kewenangan yang ada. Beberapa langkah taktis yang perlu dilakukan oleh aparatur desa agar tidak membuka celah penyimpangan ADD adalah dengan menyiapkan database desa yang akurat terutama terkait dengan data kemiskinan yang akurat serta data kependudukan, data pendidikan, data kesehatan, data infrastruktur, data potensi sumber daya alam dan sebagainya.
Kemudian langkah untuk melakukan revisi dan perbaikan RPJM Desa dari sejak sekarang yang disusun secara partisipatif dan mengikuti alur proses sesuai ketentuan. Dan yang lebih penting, para kades bersama aparat desa perlu mengejar penguatan kapasitas mereka sendiri dengan proaktif berinisiatif melalui pelatihan tentang tata kelola keuangan dan aset dengan menghubungi pihak yang punya kompetensi untuk itu di kabupaten masing-masing.
"Misalnya mereka yang selama ini banyak terlibat di program pemberdayaan seperti fasilitator PNPM atau organisasi NGO yang sering melakukan dampingan di desa-desa. Jadi jangan hanya menunggu pelatihan atau bimtek yang diadakan oleh pemkab saja, karena akan terlambat untuk melatih diri, sebab pemkab sebagai pembina melalui badan pemdes juga terbatas anggaran mengingat jumlah yang banyak dan menyebar luas maka akan berat juga dalam melakukan pembinaan dan supervisi," kata mantan Bupati Kubu Raya periode 2008-2013 itu.
Dia juga menyarankan agar semua pihak, baik pemerintah maupun lainnya perlu menyamakan cara pandang bahwa justru bukan kita hanya terus menerus meneror dan bertanya apakah desa-desa sudah mampu mengelola uang yang besar nantinya. Akan tetapi justru seharusnya pertanyaannya dibalik, sudahkah semua pihak baik elit di pemerintah maupun elit politik betul-betul turut andil secara nyata dalam menyiapkan kapasitas aparatur desa agar bisa menjalankan kewenangan mengelola dana desa itu dengan benar dan tepat.
"Kalau kades dan aparatur desa terlalu khawatir berlebihan maka dampaknya pengelolaan dana desa justru bisa jadi lambat dan penuh keraguan berlebihan, dan ini bisa sebabkan dana desa sulit terserap dengan maksimal," katanya.
Akhirnya proses pembangunan dan pemberdayaan justru lambat bahkan jalan ditempat dan tidak muncul kreativitas sama sekali dalam mengelola kewenangan desa sehingga justru perkembangan dan proses transformasi sosial ekonomi tak bisa mengalami percepatan kemajuan sebagaimana diharapkan, kata Muda.
(KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015