Sungai Raya (Antara Kalbar) - Pendiri Institute Indonesia Moeda (Instim), Muda Mahendrawan menyarankan seluruh pemerintah daerah yang ada di Kalimantan Barat segera membuat regulasi yang dibutuhkan sebagai persyaratan pencairan dana Desa dari pemerintah pusat.

"Dalam berbagai kesempatan melalui tulisan di media dan berbagai forum diskusi kami sering ingatkan agar pemkab sejak dari jauh hari sudah menyiapkan berbagai regulasi yang dibutuhkan sebagai persyaratan pencairan Dana Desa seperti yang diatur dalam UU Desa," kata Muda Mahendrawan di Sungai Raya, Rabu.

Dia juga menyarankan, jika perlu, dibentuk kelompok kerja gabungan dari beberapa SKPD terkait untuk melakukan semacam asistensi langsung secara bersama agar mempercepat proses evaluasi dan verifikasi pengesahan perdes. Karena Perdes tersebut sebagai syarat utama pencairan dana desa baik sumber di APBD (ADD) maupun APBN sesuai tahapannya.

Jadi, lanjutnya, bisa diinisiasi semacam Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Stop Service) khusus untuk pelayanan percepatan APBDesa yang bisa langsung menangani dan memberi petunjuk jalan keluar langsung saat itu juga.

Muda menjelaskan, implementasi UU Desa terutama terkait penyaluran dana desa baik bersumber dari APBD (ADD) dan APBN Pusat ke desa-desa ternyata masih banyak menemui kendala. Hingga pertengahan Mei ini masih banyak kabupaten belum merealisasikan pencairan ADD ke desa-desa.

"Begitu pula untuk pencairan dana desa dari APBN pusat berdasarkan informasi terakhir belum sampai 60an kabupaten yang sudah bisa dicairkan oleh Kementerian Keuangan melalui rekening pemkab atau baru sekitar 20 persen," tuturnya.

Berbagai kendala klasik mulai dari belum terbitnya beberapa Peraturan Bupati yang harus dipenuhi untuk disampaikan ke pusat juga belum selesainya proses evaluasi dan verifikasi Perdes APBDes oleh pemkab. Dari 419 kabupaten di Indonesia baru 283 yang sudah menyampaikan Peraturan Bupati yang disyaratkan terkait kewenangan, pembagian dan penggunaan dana desa.

"Kondisi ini menunjukkan implementasi UU Desa masih belum disikapi dengan maksimal dan serius yang berdampak langsung menghambat program kegiatan fisik dan non fisik untuk percepatan pemberdayaan dan pengembangan desa-desa," katanya.

Kendala itu lebih signifikan disebabkan faktor selain kinerja yang terkesan lamban, juga masih terus menggunakan cara pandang dan persepsi lama yang sudah melekat berpuluh tahun sebelumnya di level pemerintah desa. Terlebih masih banyak desa-desa belum dipandang sebagai subjek (pelaku), sehingga masih melekat cara pandang dana desa itu sebagai bantuan ke desa-desa.

"Padahal pasca-lahirnya UU Desa yang menegaskan kewenangan desa baik kewenangan asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa serta kewenangan yang ditugaskan sudah sangat jelas adanya pengakuan Otonomi Desa oleh negara, sehingga dana desa tak boleh lagi dianggap sebagai bantuan melainkan bergeser sebagai Hak nya desa-desa atau dengan kata lain dana desa itu DAU nya desa-desa yang wajib disalurkan sepanjang memenuhi persyaratannya," kata Muda.

Dia menambahkan, pemkab juga perlu melakukan inisiatif sebagai langkah terobosan percepatan. Karena jika hanya mengandalkan pola rutinitas birokrasi akan berjalan lambat dari satu meja SKPD ke meja SKPD lain dalam evaluasi dan verifikasi APBDesa.

"Makanya, agenda rakor sebaiknya tidak hanya untuk sosialisasi bersifat searah yang kurang efektif dan efisien, bisa langsung diagendakan beberapa hari dengan gunakan fasilitas gedung aula pemkab untuk proses asistensi evaluasi dan verifikasi secara terpadu oleh beberapa SKPD terkait," katanya.

Muda juga menambahkan, dari pihak desa satu persatu bisa langsung dikoreksi dan diperbaiki segera tanpa perlu menunda waktu apalagi harus bolak balik ke desa lagi yang habiskan waktu, tenaga dan biaya cukup besar.

Saat agenda itu dari kepala desa harus hadiri bersama Ketua BPD, sekretaris desa, bendahara desa, dan kasi/kaur sehingga perbaikan bisa diselesaikan saat itu juga lebih cepat.

Langkah taktis itu diperlukan untuk memudahkan sekaligus ajang untuk melatih dan mengontrol aparat desa secara langsung dalam tata kelola birokrasi di desa-desa. Karena itu "Hak" desa dan bukanlah "Bantuan" ke desa-desa maka prinsipnya pemerintah desa yang bertanggung jawab sepenuhnya atas pengelolaan dan penggunaan dana desa sesuai kewenangan yang dimiliki.

Sepanjang pemkab tidak membuat kebijakan baik melalui Perda atau Perbup yang substansinya telah melanggar dan menyimpang dari prinsip dan ketentuan UU Desa berikut Peraturan Pelaksanaan dalam PP maupun Permen terkait pengelolaan dana desa baik dari ADD maupun dana alokasi desa dari APBN pusat," tuturnya.

Disanalah letak urgensi problem implementasi UU Desa bahwa tidak hanya aparatur desa (kades, BPD, staf-staf desa, dusun, dan kelembagaan desa lainnya) saja yang perlu menyiapkan diri baik kapasitas maupun persepsinya (mindset) namun tak kalah penting juga kesungguhan dan kerja keras untuk penguatan kesamaan persepsi dari semua elit politik dan birokrasi di level pemerintah supra desa.

"Semua tentu dimulai dari itikad baik bagi kepentingan pemenuhan hak dasar rakyat banyak untuk pengurangan kemiskinan yang sebagian besar di pedesaan," kata Muda.

(KR-RDO/N005)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015