New York (ANTARA Kalbar) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan, transfer
teknologi dalam kerjasama ekonomi antara Indonesia dengan berbagai pihak
asing adalah hal yang mudah diucapkan, namun pada kenyataannya sulit
diwujudkan.
"Saya sadar, kalau itu hanya `technology sharing, technology
transfer`, mudah diucapkan, tapi dalam prakteknya kandas," katanya di
New York, Jumat, dalam jumpa pers dengan para wartawan Indonesia sebelum
bertolak kembali menuju Jakarta.
Hal tersebut dikatakan Presiden Yudhoyono menjawab pertanyaan
tentang keuntungan yang bisa dinikmati Indonesia dari pembelian pesawat
bernilai miliaran dolar AS oleh Indonesia dari Boeing, termasuk
kemungkinan keuntungan dalam hal transfer teknologi dan pengetahuan dari
perusahaan raksasa pembuat pesawat Amerika itu.
"Kalau berbicara tentang `transfer of technology`, itu sangat tidak
mudah. Saya sudah kenyang delapan tahun bertemu dengan para pemimpin
dunia dalam forum G-20, APEC, ASEAN Summit, negosiasi `climate change`.
`Technology transfer` dari negara yang menguasai teknologi tidak mudah
dilakukan," kata Presiden.
"Mengapa? Puluhan tahun mereka mengembangkan untuk menguasai suatu
teknologi tertentu. Puluhan tahun, dengan sumber daya yang besar, dengan
segala yang dia lakukan, tidak begitu saja bisa ditransfer dan
dialihkan ke negara lain," tambahnya.
Oleh karena itu, ujarnya, Indonesia lebih mengembangkan kebijakan
yang bersifat penelitian dan pengembangan bersama, investasi bersama dan
produksi bersama seperti yang dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia,
PT Pindad dan sejumlah industri strategis Indonesia dengan negara-negara
asing.
"Itu yang paling baik, akhirnya setelah bersama-sama lima, sepuluh,
lima belas tahun, teknologi akan beralih. Itu masuk akal dan mereka
juga tidak merasa diambil jerih payahnya selama puluhan tahun untuk
mengembangkan teknologi," kata Yudhoyono.
Berkaitan dengan Boeing, ia mengatakan Indonesia berjuang untuk
mendapatkan porsi keuntungan dari nilai pembelian miliaran dolar AS.
"Perjuangan kita adalah bisa mendapatkan porsi keuntungan itu untuk
bangsa kita, untuk industri strategis kita, untuk komponen dalam negeri
kita," ujarnya.
"Kalau bisa dipenuhi akan bagus sekali. Dan itu `direct benefit`
yang kita terima dari kerjasama dengan Boeing," tambahnya.
Pemerintah Indonesia dan pihak Boeing Amerika Serikat pada awal
pekan ini menandatangani nota kesepahaman kerjasama bidang industri.
Penandatangan dilakukan di sela-sela Indonesia Investment Day di
New York, oleh Dubes RI untuk AS Dino Patti Djalal dan Wakil Presiden
Boeing Stanley Rooth, disaksikan oleh Presiden Yudhoyono.
Maskapai penerbangan Indonesia, Lion Air, dan Boeing tahun lalu menyepakati pembelian pesawat senilai 23 miliar dolar.
Dengan pembelian itu, Boeing mencetak rekor penjualan dalam
sejarahnya --baik dalam nilai transaksi maupun jumlah unit yang dipesan,
setelah maskapai penerbangan Indonesia, Lion Air, memesan 230
unitpesawat buatan Boeing, yaitu terdiri dari 201 unit jenis 737 MAX dan
29 unit Next Generation 737-900.
Penandatangan perjanjian pembelian itu dilakukan oleh Presiden
Direktur Lion Air, Rusdi Kirana, dan Wakil Presiden Boeing, Roy Connor,
dengan disaksikan oleh Presiden Barack Obama di sela-sela KTT Asia Timur
di Bali pada November 2011.
(TT008/G003/K007) 29-09-2012 06:35:56
Presiden: transfer teknologi tidak mudah diwujudkan
Sabtu, 29 September 2012 8:30 WIB