Jakarta (ANTARA Kalbar) - Penerapan bea keluar untuk minyak sawit mentah (CPO), mendorong pengembangan industri hilir kelapa sawit.
"Dampak dari kebijakan bea keluar CPO, sampai dengan dua tahun ke depan, investasi hilir CPO diproyeksikan mencapai 3 miliar dolar AS. Hingga akhir tahun ini, investasi hilir CPO bisa menyentuh angka 800 juta dolar AS," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Benny Wahyudi, di Jakarta, Senin.
Penerapan BK untuk CPO sebesar 0-22,5 persen, menurut Benny, terbukti dapat mendorong pengembangan industri hilir.
"Kebijakan yang diambil pemerintah merupakan disinsentif untuk mengontrol ekspor CPO dan meningkatkan nilai tambah produk turunan CPO. Di 2020, kami menargetkan sudah bisa memproduksi 150 produk turunan CPO," paparnya.
Pengolahan produk hilir kelapa sawit, lanjut Benny, merupakan proses terhadap tandan buah segar (TBS) menjadi CPO yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO) yang jernih.
"CPO dan PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif (biodiesel). CPO juga dapat diolah menjadi bahan kimia, seperti metil ester, asam lemak (fatty acid), dan gliserin (glycerine)," ujarnya.
Di Indonesia, turunan produk CPO banyak digunakan industri pangan, antara lain industri minyak goreng, margarin, "shortening", dan "vegetable ghee".
Turunan produk CPO pada industri oleokimia, menurut Benny, antara lain berupa asam lemak (fatty acid), "fatty alcohol" dan gliserin, serta biodiesel.
(KR-IAZ)