Raut muka Sadrun, berusia 70 tahun, masih terlihat lelah saat tiba di Puskesmas Entikong, Kabupaten Sanggau, Sabtu (23/3) menjelang tengah hari.
Ia baru saja menempuh perjalanan selama lima jam dari Senaning, Kabupaten Sintang, untuk mengikuti operasi katarak secara gratis.
Perjalanan yang tidak mudah karena ia dibonceng menggunakan sepeda motor jenis "trail" oleh salah seorang anggota Satuan Tugas Pengamatan Perbatasan (Satgas Pamtas) dari Batalyon 123 Rajawali menyusuri jalan berbatu di areal perkebunan kelapa sawit yang terdapat di perbatasan.
Sadrun tidak sendiri. Pria bertubuh kecil ini bersama Jaka, 25, warga yang juga berasal dari Senaning.
Jaka mengalami gangguan di kedua bola matanya sejak berusia tujuh tahun, saat bola matanya terkena kayu dan lambat laut penglihatannya pun memburuk.
Sejak pagi, puluhan warga yang tinggal di dekat 33 pos Satgas Pamtas yang tersebar di sepanjang perbatasan Kalbar - Sarawak, sudah memadati Puskesmas Entikong. Mereka datang dengan dimobilisasi oleh anggota satgas.
Ada yang dijemput menggunakan kendaraan truk militer, atau seperti Jaka dan Sadrun, dibonceng anggota memakai sepeda motor.
Ada pula yang diantar anggota Satgas dari Pos Pamtas Gun Tembawang menggunakan perahu bermotor menyusuri Sungai Sekayam selama lima jam.
Tiga dokter spesialis mata didatangkan dari Rumah Sakit Pusat AD Gatot Subroto, Jakarta, untuk melaksanakan operasi katarak tersebut. Kolonel CKM dr Herman Nur Sp M, Letkol CKM dr Donny Aldian Sp M, dan dr Amalia Lestari Sp M. Ketiganya dibantu paramedik Agus Maulana dan Isroh Hayati.
Perjalanan kelimanya menuju Entikong yang berjarak sekitar 300 kilometer dari Pontianak pun tidak mudah. Tiba di Pontianak dari Jakarta sekitar pukul 20.00 WIB, Jumat (22/3).
Kemudian melanjutkan perjalanan selama kurang lebih enam jam sebelum tiba menjelang pagi dan langsung menyiapkan peralatan untuk operasi katarak.
"Pertama ingin tidur di perjalanan, tapi ada jalan yang rusak, badan pun serasa terbanting-banting," ujar Letkol Donny lalu tertawa.
Sehari sebelumnya, tim kesehatan dari Satgas Pamtas Batalyon Infantri 123 Rajawali berangkat menuju Dusun Merau, Entikong.
Dusun tersebut dapat ditempuh menggunakan kendaraan bermotor sekitar 45 menit menyusuri jalan di areal perkebunan kelapa sawit serta sebagian jalan paralel perbatasan.
Kepala Dusun Merau, Meta Abraham, 33, mengatakan, sebagian besar warga bekerja di sektor pertanian. "Mereka sebagian besar bertani," kata Meta.
Kedatangan satgas ke dusun tersebut merupakan yang kedua kalinya. Ratusan warga seolah tanpa henti bergantian datang ke tim kesehatan yang menggunakan tempat pertemuan warga sebagai lokasi pengobatan.
Kapten CKM dr Victorio Cht, dokter Satgas Pamtas Batalyon 123 Rajawali mengatakan, di perbatasan, masyarakat butuh layanan kesehatan. "Juga pendidikan tentunya," ujar Victorio.
Selain tim kesehatan, ia juga membawa mobil pintar, bantuan dari Solidaritas Istri-istri Kabinet Indonesia Bersatu (Sikib). Puluhan anak-anak beragam usia membaca buku-buku yang disediakan di dalam mobil pintar serta menyaksikan film ilmu pengetahuan yang diputar.
Adoy, 12, terlihat serius membaca buku bergambar tentang kisah seekor ikan paus. Ia senang karena kalau di sekolahnya, SDN 06 Merau, buku yang ada jarang berisi tentang cerita yang dilengkapi gambar-gambar menarik.
"Kalau di sekolah cuma buku-buku saja, jarang ada gambar," kata Adoy, gadis cilik yang bercita-cita menjadi guru itu.
Yola, siswi Kelas I SDN 06 Merau juga senang dengan adanya mobil pintar tersebut.
Bhakti Negeri
Komandan Batalyon 123 Rajawali, Letkol (Inf) David Hasibuan mengatakan, satgas pamtas mempunyai program yang tidak hanya mengenai pertahanan dan keamanan.
"Untuk patroli perbatasan, rutin kami lakukan termasuk memberi tanda terhadap 160 patok di perbatasan yang hingga kini belum ditemukan," kata David.
Sejak tiga bulan pertama ditempatkan sebagai Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan November tahun lalu, pemeriksaan patok batas negara yang dilakukan pasukan yang markasnya di Padangsidempuan, Sumatra Utara itu, sudah tuntas 100 persen.
Ia melanjutkan, di sepanjang perbatasan Kalbar-Sarawak terdapat 5.760 patok batas negara beragam ukuran mulai jenis A hingga D.
"Saat pemeriksaan itulah sebanyak 160 patok yang tidak ditemukan ," ujar David Hasibuan.
Sedangkan untuk program sosial, ia menggandeng banyak pihak dan instansi terkait diantaranya berupa pengobatan gratis dan pendidikan anak perbatasan.
"Ini bagian dari kegiatan `Bhakti Negeri di Lintas Batas Menuju Indonesia Sejahtera`," ujar dia.
Para pihak yang ikut serta diantaranya SIKIB, BKKBN, Mabes TNI, Kodam XII Tanjungpura, Direktorat Kesehatan TNI, serta pemerintah daerah setempat. Ada lima kabupaten yang berbatasan langsung dengan Sarawak yakni Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu.
Victorio menambahkan, ada 8.275 warga di perbatasan Kalbar yang mendapat pengobatan gratis di 33 pos satgas yang terdapat di perbatasan Kalbar dengan Sarawak.
Pos-pos tersebut tersebar di lima kabupaten yang berbatasan dengan Sarawak dan dibagi dalam empat kompi.
Kompi A untuk 9 pos di Kabupaten Kapuas Hulu, Kompi B wilayah Kabupaten Sambas dan Bengkayang 11 pos, Kompi C Kabupaten Sanggau sebanyak lima pos, dan Kompi D wilayah Kabupaten Sintang enam pos.
Ditambah dua pos masing-masing satu unit di Kecamatan Entikong dan Balai Karangan, Kabupaten Sanggau.
Pada November 2012, tercatat ada 2.616 pasien yang berobat di seluruh pos satgas.
Kemudian Desember naik menjadi 2.780 pasien; Januari turun jadi 1.504 pasien dan Februari sebanyak 1.375 pasien.
Di Pos Gabma Indonesia - Malaysia di Entikong, juga disediakan layanan kesehatan yang diberikan secara gratis.
Baik David Hasibuan dan Victorio sepakat bahwa, kemanunggalan TNI dan rakyat menjadi kunci penting dalam menjaga keutuhan dan NKRI.
(T.T011/A025)