Ngabang (Antara Kalbar) - Petani karet di kabupaten Landak menjerit akibat anjloknya harga karet mencapai 50 persen lebih dari harga belasan ribu rupiah per kilogram, saat ini hanya berkisar Rp6.000 per kilogram.
"Harga karet jatuhnya tidak bisa terkendali lagi. Masyarakat petani karet mengeluh, ditambah lagi naiknya harga BBM. Sehingga pendapatan hasil karet tidak seimbang dengan harga kebutuhan pokok yang melambung naik," kata Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Kabupaten Landak, Supendi di Ngabang, Selasa.
Pihaknya selaku asosiasi akan melakukan monitoring di lapangan untuk dibahas rapat di tingkat Provinsi Kalbar bersama pemerintah tentang harga karet, agar dicari solusi bersama. Karena karet mengikuti harga pasaran dunia sehingga sulit untuk dikendalikan.
"Jadi, masyarakat petani yang menjerit dengan harga murah. Mau tidak mau, petani banyak mencari kerja sampingan, karena dari hasil penjualan karet tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari," kata Supendi.
Ia berharap kedepan ada peningkatan harga karet. Khusus di kabupaten Landak, sudah berdiri pabrik industri karet, baik hulu dan hilirnya, sehingga bisa menekan harga karet yang selama ini hanya dimonopoli oleh satu perusahaan.
"Masyarakat di Landak mulai tingkat kecamatan dan desa sudah memiliki kelompok tani karet, sehingga pabrik-pabrik karet yang dibangun pemerintah bersama investor bisa memperbaiki harga karet," kata Supendi.
Sebuah pabrik lateks sudah dibangun di Dusun Lian Sipi, Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, yang diresmikan oleh Menteri Riset dan Teknologi beberapa bulan lalu. Pabrik modern itu akan memproduksi sarung tangan dan alat kesehatan seperti kondom.
Harga Karet Anjlok, Petani Landak Menjerit
Selasa, 25 Juni 2013 10:32 WIB