Jakarta (Antara Kalbar) - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menduga Ketua MK (nonaktif) Akil Mochtar tidak ingin dikorbankan sendirian dalam kasus korupsinya sehingga yang bersangkutan meminta pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dilakukan terbuka.
"Sederhananya mungkin dia tidak ingin jadi korban sendirian, tidak ingin jadi sasaran tembak sendirian," kata Refly di Jakarta, Jumat, menyoal penolakan Akil Mochtar diperiksa tertutup oleh Majelis Kehormatan MK di KPK.
Sebelumnya Majelis Kehormatan MK gagal memeriksa Ketua MK (nonaktif) Akil Mochtar, sebab yang bersangkutan meminta pemeriksaan dilakukan secara terbuka. Sementara Majelis Kehormatan MK tidak bisa memeriksa secara terbuka, karena akan menganggu penyidikan KPK.
Menurut Refly, kemungkinan besar, dengan keinginan pemeriksaan terbuka itu, Akil ingin menembakkan "peluru" ke tempat lain yang berkaitan dengan kasus korupsinya. Tempat lain itu bisa MK, KPK, bahkan DPR/MPR dan partai politik.
"Ini menurut saya spekulasi yang sangat menarik. Dia tidak mau dong (menjadi korban) sendirian, jadi ingin menembakan 'peluru', tapi ini yang akhirnya harus diredam bagi kepentingan KPK dalam proses penyidikan agar jangan sampai informasi yang tadinya potensial untuk digali, karena ada 'tembakan' itu orang-orang menjadi pasang kuda-kuda semua," kata Refly.
Menurut dia, dengan pemeriksaan secara terbuka, ada kesempatan bagi Akil Mochtar untuk berbicara langsung kepada publik dan mengguncang pihak-pihak lain yang mungkin terlibat. Sebaliknya jika pemeriksaan hanya secara tertutup Akil hanya bisa berkomunikasi melalui pengacaranya.
"Bagi saya pribadi, ya kita ingin terbuka, kita ingin tahu ada apa sebenarnya, karena jangan-jangan dengan terbuka akan ada kegemparan lain yang terungkap.
Orang-orang lain yang mungkin terlibat kan tidak tahu pak Akil sudah bicara apa saja ke penyidik KPK," papar Refly.
Namun dia mengakui bahwa pemeriksaan terbuka dapat mengganggu penyidikan KPK, karena seseorang yang diperiksa secara terbuka, pernyataannya dapat dilontarkan dengan tidak terkontrol.
"Seperti Nazzaruddin misalnya, dia menjadi tidak terkontrol. Dan yang paling bahaya sebenarnya opini publik," kata dia.
Lebih jauh Refly mengatakan, karena Akil Mochtar tidak mau menggunakan kesempatan yang diberikan untuk membela diri dalam sidang Majelis Kehormatan MK, maka Majelis Kehormatan MK harus segera mengeluarkan putusan atas sidang kode etik.
"Majelis Kehormatan MK saya kira cepat saja putuskan. Prosedur memberikan hak yang bersangkutan untuk membela diri telah dilakukan, tapi yang bersangkutan tidak mau diperiksa, ya sudah putuskan saja," ujar Refly.
Dia mengatakan berdasarkan ketentuan, putusan Majelis Kehormatan MK akan diberikan kepada Presiden RI, selanjutnya Presiden akan menetapkan SK pemberhentian tetap Akil Mochtar.
Jika seluruh proses itu sudah dilakukan, maka MK bisa dengan cepat pula mencari pengganti Akil Mochtar sekaligus mengisi kekosongan hakim, dengan mengacu kepada Perpu MK yang sudah diterbitkan pemerintah.
Dia mengingatkan bahwa hakim konstitusi yang tersisa delapan orang di MK saat ini, sangat berisiko. Sebab hakim konstitusi hanya dapat mengambil putusan persidangan jika dihadiri minimal tujuh orang.
"Jika saat ini dua saja hakim berhalangan, maka sidang tidak bisa diputus MK," kata Refly.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan MK datang ke KPK untuk melakukan pemeriksaan kode etik Akil Mochtar secara tertutup, sesuai ketentuan yang diberikan oleh KPK, agar tidak mengganggu proses penyidikan yang sedang berlangsung.
Namun Akil Mochtar menolak apabila pemeriksaan terhadap dirinya dilakukan secara tertutup. Sehingga Majelis Kehormatan MK gagal memeriksa Akil.