Bandung (Antara Kalbar) - Bank Indonesia menyatakan optimistis nilai tukar rupiah pada tahun depan menguat setelah laju inflasi dan impor terkendali serta kepastian pengurangan stimulus AS dan Pemilu 2014 berjalan lancar.
"Kami optimistis nilai tukar rupiah akan membaik tahun depan," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A. Johansyah dalam pelatihan wartawan ekonomi perbankan di Bandung, mulai Sabtu (7/12) hingga Minggu.
Ia menyebutkan, jika saat ini nilai rupiah mencapai sekitar Rp12.000 per dolar AS, itu merupakan hal yang memang selalu terjadi pada akhir tahun.
"Akhir tahun memang selalu bergejolak dan memang angka Rp12.000 per dolar AS sudah undervalue," kata Difi.
Ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan membaik pada akhir Semester I atau paling tidak awal Semester II 2014. Pada saat itu nilai tukar rupiah akan berada di bawah Rp11.000 per dolar AS.
"Menjelang atau setelah pemilu, nilai tukar rupiah biasanya menguat," katanya.
Ia menyebutkan kinerja ekspor nonmigas juga sudah menunjukkan perbaikan karena perekonomian AS dan China mulai bergerak lagi sehingga impor mereka akan meningkat lagi.
Menurut dia, pelemahan nilai tukar rupiah bukan kiamat. Salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah adalah tingginya impor sehingga permintaan valuta asing meningkat.
"Di negara-negara yang memiliki basis produksi yang kuat, pelemahan kurs justru memberikan keuntungan kepada produsen dalam negeri," katanya.
Sementara itu, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Solikin M. Juhro mengatakan bahwa BI telah menempuh sejumlah kebijakan terkait dengan nilai tukar rupiah, baik kebijakan moneter, kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, maupun kebijakan makroprudensial.
Kebijakan moneter meliputi kebijakan menaikkan suku bunga hingga 175 basis poin sebagai respons atas kenaikan ekspektasi inflasi dan mendorong aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar.
Selain itu, kebijakan memperkuat operasi moneter untuk mendorong pendalaman pasar sekaligus meningkatkan fleksibilitas perbankan dalam manajemen likuiditas.
Kebijakan ini meliputi pernerbitan Sertifikat Deposit Bank Indonesia (SDBI), perluasan eligible collateral operasi pasar terbuka, dan memperpendek month holding periode menjadi di bawah enam bulan.
Ia menyebutkan bahwa kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah meliputi penetapan term deposit valas untuk memperkuat cadangan devisa, penyempurnaan aturan terkait pasar valas antara lain terkait dengan derivatif, dan ketentuan terkait pinjama komersial luar negeri.
Selain itu, penetapan foreign exchange swap sebagai instrumen lindung nilai terhadap pergerakan nilai tukar dan pengendalian permintaan valas. Juga kebijakan bilateral swap arrangement dan peraturan lindung nilai pada bank untuk memperkuat cadangan devisa dan upaya pencegahan krisis.
Kebijakan makroprudensial, antara lain penetapan batas maksimal kredit properti untuk mengendalikan pertumbuhan kredit sektor tersebut.
Juga kebijakan supervisory action untuk menngendalikan pertumbuhan kredit yang dinilai masih realtif tinggi pada sejumlah bak dan sektor tertentu, termasuk yang memiliki kandungan ekspor tinggi.