Sekadau (Antara Kalbar) - Pengadilan Negeri Sanggau menggelar sidang Pemeriksaan Setempat (PS) atau sidang lapangan kasus sengketa kavling tanah seluas 1.300 meter persegi di Jalan Mawar, kawasan Terminal Lawang Kuari Sekadau, Jumat (24/1). Sidang ini berjalan lancar dengan pengawalan ketat pihak kepolisian dari Polsek Sekadau Hilir dibantu Polres Sekadau.
"Putusan PTUN itu kan isinya membatalkan sertifikat bu Yenti, sementara hak miliknya masih status quo,†kata Lisa, kuasa hukum Yenti Susana menjawab sejumlah wartawan, di lokasi persidangan.
Sidang dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim, Khamazaro Waruwu dengan panitera pengganti Marlinda. Ikut hadir kubu tergugat, yakni Lay Bie Hian alias Burhaudin alias Anen dan kawan-kawan, kubu Yenti Susana selalu penggugat, serta turut tergugat, BPN Sekadau.
“Status kepemilikan ini lah yang akan kita tuntut. Di PN ini lah nanti akan diputuskan. Sejauh ini, klien kita memiliki bukti-bukti yang kuat soal status kepemilikan tanah tersebut," paparnya.
Seperti diketahui, kasus sengketa kavling tanah itu masih belum tuntas. Sebelumnya, putusan PTUN yang diperkuat kasasi Mahkamah Agung nomor 224 K / TUN / 2012 tertanggal 21 Desember 2012 mengabulkan gugatan kubu Anen. MA sudah memerintahkan BPN membatalkan sertifikat hak milik tanah sebanyak enam persil atas nama Yenti Susana. Jadilah tanah itu status quo.
Namun kubu Yenti Susana belakangan melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri Sanggau. Inti gugatan mereka adalah soal kepemilikan tanah yang mereka klaim adalah miliknya.
Sementara itu, Heri Suhairi, kuasa hukum dari kubu Anen meyakini kliennya lah yang berhak atas hak kepemilikan tanah tersebut. Meski putusan MA memerintahkan pencabutan sertifikat saja, tidak berarti kepemilikan tanah itu menggantung.
“Sertifikatnya kan sudah dibatalkan, berarti kepemilikan tanah tersebut yang sebelumnya melekat pada Yenti Susana kan secara otomatis lepas,†argumen Heri.
Menurutnya, kasus sengketa tanah itu sebenarnya sudah jelas. Tanah yang saat ini disengketakan, sejak awal memang milik kliennya. Namun, pada tahun 2001 lalu kubu Yenti lebih dahulu menerbitkan sertifikat hak milik atas namanya sendiri.
“Saya melihat ada rekayasa dalam pemuatan sertifikat hak milik atasnama Yenti Susana tahun 2001,†tuntas Heri tanpa mau menyebutkan siapa pihak yang melakukan rekayasa tersebut.