Jakarta (Antara Kalbar) - Pewarta LKBN Antara dari Biro Medan, Septianda Perdana, berhasil meraih penghargaan Anugerah Adiwarta kategori foto berita yang dilaksanakan pada Selasa di Hall Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Foto Septianda berjudul "Lindungi Kambingnya" menyisihkan dua finalis lainnya pada kategori tersebut, yaitu Heru Sri Kumoro (Harian Kompas) dengan foto berjudul "Buruh Pabrik Menerobos Banjir" dan Kristianto Purnomo (Kompas.com) dengan foto berjudul "Perbudakan di Tangerang".
Selain kategori foto berita, Anugerah Adiwarta juga memberikan penghargaan untuk kategori "In-depth Reporting", Karikatur dan Laporan Investigasi.
Pemenang kategori In-depth Reporting adalah Akbar Tri Kurniawan dari Majalah Tempo dengan karya berjudul "Bisnis Haram Jamu Kimia". Akbar menyisihkan Muhammad Nur (Majalah Batam Pos) dengan karya "Caleg Keluarga" dan Dedy Hutajulu (Harian Analisa Medan) dengan karya "Nasib Parmalim di Lembar Kartu".
Pemenang kategori Karikatur diraih Joko Luwarso dari Matanews.com dengan karya berjudul "Pembuktian Terbalik". Joko menyisihkab Tommy Thomdean (The Jakarta Post) dengan karya "15th Reform Way" dan Jitet Kustana dengan karya "Harga-harga Terkendali".
Untuk kategori Laporan Investigasi, dewan juri menetapkab pemenang tunggal yaitu "Iming-iming Palsu Klinik Harapan" karya Muchamad Nafi dari Majalah Tempo.
Pemenang kategori Foto Berita, "In-depth Reporting" dan Karikatur berhak mendapatkan hadiah Rp25 juta. Sedangkan pemenang kategori Laporan Investigasi mendapatkan hadiah Rp50 juta.
Ketua Dewan Pers Bagir Manan dalam sambutannya mengatakan wartawan yang bermutu harus meningkatkan mutu diri sendiri.
Hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini," katanya.
Bagir juga mengatakn wartawan harus meningkatkan profesionalisme. Kebebasan pers dan demokrasi, tidak akan tercapai tanpa pers dan profesional.
"Demokrasi tanpa pers yang bebas adalah omong kosong. Tapi pers yang bebas tanpa demokrasi juga omong kosong. Pers harus selalu melekatkan diri dengan demokrasi. Lembaga demokrasi belum tentu demokratis. Karena itu perlu pers yang profesional," katanya.
****