Jakarta (Antara Kalbar) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) meminta alokasi anggaran perlindungan kepada nelayan terus ditambah guna meningkatkan keamanan terhadap nelayan yang sedang melaut.
"Jumlah nelayan hilang dan meninggal dunia di laut terus bertambah, negara harus mengalokasikan perlindungan nelayan di APBN 2015," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kiara, Abdul Halim di Jakarta, Senin.
Menurut Abdul Halim, Pusat Data dan Informasi Kiara kembali mencatat sedikitnya 61 nelayan tradisional hilang dan meninggal dunia di laut selama Januari-Mei 2014.
Dibandingkan dengan tahun 2010, ujar dia, jumlah itu terbilang lebih tinggi sehingga pemerintah harus memberikan jaminan perlindungan jiwa bagi nelayan tradisional.
"Dengan tingginya angka hilang dan meninggal dunia nelayan tersebut, mestinya negara mengalokasikan anggarannya untuk memastikan jiwa nelayan terlindungi," katanya.
Ia mengingatkan bahwa dalam lima tahun terakhir, alokasi anggaran pemerintah di bidang kelautan dan perikanan terus meningkat dari Rp2 triliun menjadi Rp7 triliun.
Kiara bersama-sama dengan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) juga mendesak pemerintah memprioritaskan perempuan nelayan dalam kebijakan penganggaran.
Kiara mengingatkan FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) yang menjadi himpunan 189 negara anggota sudah mengakui pentingnya keberadaan dan peran penting perempuan nelayan di dalam aktivitas perikanan skala kecil/tradisional.
Hal itu, ujar Halim, dibuktikan dengan prioritas rekomendasi dilakukannya penelitian secara mendalam mengenai jumlah, sebaran dan peran perempuan nelayan di dunia pascaperundingan Komisi Perikanan FAO tentang Perdagangan Ikan di Norwegia, Februari 2014.
Kiara bersama dengan PPNI juga mendesak pemerintah merevisi UU Perikanan untuk mengakui dan melindungi keberadaan dan peran perempuan nelayan, serta mendorong hadirnya negara dalam pengelolaan sumber daya ikan yang menghubungkan sisi hulu-hilir kampung nelayan agar kompetitif di dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Sekjen PPNI Masnuah mencatat 48 persen penghasilan keluarga nelayan berasal dari perempuan dan untuk peran tersebut mayoritas perempuan nelayan bekerja lebih dari 17 jam sehari.
Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai program kapal bantuan yang dilakukan pemerintah melalui KKP masih belum berdampak positif.
"Meskipun sudah menggelontorkan ratusan miliar uang negara, program tersebut belum memberikan dampak positif bagi sebagian besar nelayan Indonesia," kata Ketua Dewan Pembina KNTI M Riza Damanik.
Menurut Riza, sejumlah temuan KNTI di lapangan mengindikasikan terjadinya berbagai persoalan, mulai dari tender bermasalah, perizinan bermasalah, penerima kapal bantuan tidak tepat, spesifikasi kapal yang dibangun tidak sesuai baik secara ekonomi, sosial dan ekologis, hingga persoalan modal operasional yang tinggi.
Selain mendapat banyak keluhan dari masyarakat, ujar dia, program Inka Mina juga menyisakan proses hukum di sejumlah daerah seperti di Sumatera Utara, Jambi, Banten, Jawa Tengah hingga Papua.
(M040/A. Salim)