Sintang (Antara Kalbar) - Ratusan ribu bibit sawit milik PT SHP di Desa Gurung Sengiang terancam tidak tertanam, karena masyarakat tidak mau menyerahkan lahannya lagi untuk perkebunan sawit.
Bahkan lahan yang sudah diberikan oleh masyarakat tidak diizinkan untuk digarap. Ketua DAD Kecamatan Serawai, Nico S. Ahong saat menghubungi Antara, Jumat menyampaikan pola pembagian 70:30 persen itu saat merugikan masyarakat.
"Sebab masyarakat masih dibebankan biaya-biaya operasional penggarapan kebun plasma seperti pemeliharaan. Sementara yang 70 persen itu murni untuk perusahaan saja," ungkapnya.
Selain itu, masyarakat dikenakan beban kredit yang sangat tinggi yakni Rp58 juta per hektarenya.
Menurut dia, kalau lahan yang diserahkan itu merupakan milik umum, masyarakat tidak terlalu mempersoalkannya. Tapi lahan yang akan diserahkan pada perusahaan itu merupakan milik pribadi masyarakat dan terdapat tanam tumbuhnya.
"Akibat kekecewaan masyarakat inilah akhirnya mereka tidak mau menyerahkan lahannya," terang Ahong.
Bahkan sekarang ini, menurut dia, ada beberapa desa yang membuat pernyataan menolak masuknya perkebunan sawit ini. "Pernyataan dari beberapa desa itu sudah masuk ke DAD Kecamatan Serawai," tuturnya.
Ahong mengatakan lahan yang akan digarap PT SHP tersebut merupakan rencana perluasan perkebunan sawit milik perusahaan itu. Masyarakat setelah melihat pola pembagian 70:30 persen dengan segala persyaratan lainnya, mereka akhirnya berpikir tidak mau menerima masuknya perkebunan sawit.
"Masyarakat juga belum tahu persis rincian dari pola pembagian 70:30 persen itu. Sama sekali petani tidak tahu isi perjanjiannya itu," katanya.
(Faiz/N005)