Sleman (Antara Kalbar) - Kepedulian masyarakat untuk membantu menyelamatkan tanaman anggrek khas lereng Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan mengadopsi tanaman tersebut cukup tinggi.
"Sejak ditawarkan program adopsi anggrek Merapi pada Februari 2015, sampai saat ini sudah ada setidaknya 23 tanaman anggrek yang diadopsi oleh kalangan umum," kata pembudidaya dan penyelamat anggrek Merapi, Musimin, di Dusun Turgo, Pakem, Sleman, Senin.
Menurut dia, tanaman endemik Merapi jenis anggrek, yaitu Vanda Tricolor itu pun saat ini dalam kondisi baik.
"Orang tua, atau yang mengadopsinya akan melepasliarkannya ke hutan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) pada 2017," katanya.
Menurut dia, anggrek yang telah diadopsi tersebut, berbagai macam jenisnya, di antaranya platinum, gold, dan silver.
"Untuk biayanya, satu tanaman platinum dibebankan sebesar Rp1 juta, gold Rp850 ribu, serta silver, di bawah Rp675 ribu. Platinum, yang paling banyak diadopsi," katanya.
Ia mengatakan, memasuki musim kemarau, adopsi tanaman anggrek tetap disediakan oleh petani pembudidaya di lereng Merapi. Meski, untuk pelaksanaannya nanti baru dilakukan pada Agustus 2015 agar tidak kesulitan mencukupi kebutuhan airnya.
"Pelaksanaan adopsi baru bisa dilakukan saat jelang datangnya musim hujan atau pada masa tersebut. Namun, untuk mulai mendaftarkan melakukan adopsi, saat ini pun bisa. Hanya pelaksanaannya, nanti," katanya.
Musimin mengatakan, saat musim kemarau perlakuan terhadap tanaman anggrek ini berbeda. Setiap minggu, ia harus memberikan infus tambahan air kepada setiap tumbuhan.
"Agak sulit ketika adopsi dilakukan saat kemarau," katanya.
Meski dikembalikan ke habitat awal, kata dia, tanaman anggrek tetap harus mendapatkan perawatan terlebih dahulu. Terutama memastikan bisa kuat menempel dengan tumbuhan inangnya, yaitu rumah bagi anggrek tersebut.
"Selama dua tahun, kami rawat. Setelah benar-benar kuat dengan inangnya, baru dilepasliarkan," katanya.
Kepala Resor Pakem dan Turi TNGM, Teguh Wardoyo mengatakan, konsep adopsi anggrek yang merupakan tanaman endemik Merapi ini, memang baru dilakukan di awal 2015.
"Namun sebenarnya, penyelamatan dengan budidayanya sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu," katanya.
Ia mengatakan, dengan cara seperti ini, terutama anggrek khas Merapi, bisa tetap hidup dan dapat terus dinikmati generasi yang akan datang.
"Ini merupakan bentuk langkah masyarakat untuk tetap menjaga ekosistem hutan," katanya.