PT MKU adalah sebuah perusahaan pertambangan bauksit yang mengeruk perut bumi di wilayah Desa Kawat dan Dusun Semenduk, beberapa waktu lalu.
"Terus-terang kita sedih melihat lahan ditinggalkan begitu saja. Lihat semua itu gundul, tinggal tanah dan batu saja. Kalau begini, pohon apa yang mau hidup lagi," cetus Syarifudin.
Pria yang akrab disapa Pu ini, merupakan cucu dari pemilik 16 hektare lahan di kawasan itu dan sudah dikeruk oleh perusahaan tersebut, untuk mengambil bahan tambang bauksitnya.
Saat ini yang tersisa di lahan itu hanya berupa sisa-sisa bangunan yang sudah dirobohkan dan pepohonan yang mati karena limbah tambang. "Perusahaan itu tak mungkin ke sini lagi, semuanya sudah diangkut pulang. Tak ada lagi yang tersisa. Jikapun ada yang tinggal, itu milik kontraktor, bukan milik perusahaan PT MKU itu," bebernya.
Hengkangnya PT MKU itu, setelah terbitnya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral yang mengharuskan penambahan pajak sebesar 20 persen serta membuat pabrik tersendiri.
"Jangan mereka beralasan dengan aturan itu. Lalu seenaknya meninggalkan lahan ini. Bagaimana tanggungjawabnya waktu sosialisasi dulu," ungkapnya.
Menurut Pu, tak kurang ratusan hektare lahan yang berada di kawasan kuasa pertambangan PT MKU, terlihat telah digusur dan dibiarkan begitu saja. Lahan-lahan ini berada di Dusun Semenduk dan Separak, Desa Sejotang dan sebagian di wilayah Desa Kawat. Lantas demikian pula dengan kolam-kolam bekas pencucian bauksit dibiarkan begitu saja yang jaraknya hanya beberapa meter dari danau Semenduk.
Sementara, di base camp yang berada di kawasan Separak, terlihat beberapa alat berat seperti escavator dan beberapa truk berkapasitas besar terparkir tak beraturan. Konon katanya alat-alat berat itu milik kontraktor bukan milik perusahaan itu.
"Saya dengar warga Semenduk pun sempat dijanjikan perusahaan PT MKU akan dibangun jembatan besi, untuk melintas diatas sungai Semenduk. Tapi sampai perusahaan itu pergi tak juga dibangun-bangun," paparnya.
Tak jauh dari kampung Semenduk ini, terlihat hamparan luas berbukit, telah membentuk padang gersang dan tandus. Tak ada pepohonan seperti karet yang bakal ditanam jika pasca tambang. Di sisi lain, di tempat pencucian bauksit terdapat pula genangan limbah berupa air keruh kecokelatan itu berada dalam sebuah kolam raksasa.
Masih terdapat dua alat pencucian hasil tambang yang tidak lagi beroperasi. "Hingga saat ini banyak keluhan warga atas lahan bekas tambang bauksit bara tersebut, akibat tidak direklamasi perusahaan bersangkutan. Padahal perusahaan itu sebelum melakukan operasional berjanji dengan warga sekitarnya untuk menutup kembali lahan galian ini," kata Pu.
Untuk itu Pu berharap, instansi terkait bisa menegur atau bahkan memberikan sanksi terhadap perusahaan yang menelantarkan lahannya begitu saja tersebut. Upaya konfirmasi tak membuahkan hasil, sebab perusahaan tersebut sudah menutup kantornya di Tayan Hilir.