Surabaya (Antara Kalbar) - Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Junimart Girsang menduga ada pelanggaran etika oleh Ketua DPR Setya Novanto dalam pertemuannya dengan pengusaha Muhammad Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin.
"Memang kami masih membutuhkan keterangan saksi-saksi, tetapi saya kira ada pelanggaran karena pertemuan itu jelas-jelas ada, tinggal (pelanggaran) ringan, sedang, atau berat. Kayaknya juga tidak ringan karena dia (SN) sudah pernah (melanggar)," ujarnya di Surabaya, Sabtu.
Di sela menghadiri pengukuhan Wakil Ketua MA Prof. Dr. H. Mohammad Saleh, S.H., M.H. sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair), Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengaku sempat terkecoh dengan SN dalam pertemuan MKD dengan SN yang tertutup.
"Kita semua terkecoh, katanya pertemuan harus tertutup karena apa yang disampaikan ada rahasia negara, nyatanya rahasia negara itu tidak ada. Oleh karena itu, pertemuan MKD dengan saksi Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan dan Muhammad Riza Chalid pada hari Senin (14/12) akan dibuka," katanya.
Menurut politikus PDI Perjuangan itu, pertemuan dengan M. Riza pada hari Senin (14/12) pukul 10.00 WIB dan dengan Luhut Binsar pada hari Senin (14/12) pukul 13.00 WIB itu akan menunjukkan bobot pelanggaran oleh SN itu, apakah ringan, sedang, atau berat.
"Oleh karena itu, pertemuan dengan Riza dan Luhut itu harus dibuka (dibuat terbuka) karena kami adalah wakil rakyat dan Gedung DPR adalah rumah rakyat. Oleh karena itu, rakyat harus tahu, itu juga dapat menjadi kesempatan bagi kami untuk laporan kepada rakyat," katanya.
Junimart Girsang menilai pemanggilan Riza itu penting karena yang bersangkutan paling tahu anatomi pertemuan itu, apalagi dalam rekaman pertemuan tampak Riza yang paling dominan berbicara. Oleh karena itu, yang bersangkutan harus menjelaskan semuanya kepada publik.
"Saya tidak menyalahkan kalau rekaman oleh Maroef Sjamsuddin (Presdir PT Freeport) itu diserahkan ke Kejakgung, tetapi saya menyesalkan penyerahan itu karena Kejakgung tidak meminta rekaman itu sehingga patut dipertanyakan apa motif Makroef Sjamsuddin," katanya.
Apalagi, saat ini berkembang sinyalemen bahwa rekaman itu ada tiga yang durasi waktunya berbeda.
"Saya duga ada yang diedit, termasuk rekaman di Kejagung itu. Oleh karena itu, saya kira tidak perlu ada penyerahan ke Kejakgung, tetapi cukup pemeriksaan forensik terhadap rekaman itu," katanya.
Mengapresiasi orasi ilmiah Prof. Mohammad Saleh dalam pengukuhan sebagai Guru Besar Unair itu, Junimart Girsang menilai pandangan Prof. Saleh akan memberi warna baru dalam ilmu hukum dan menambah wawasan.
Dalam orasinya, Prof. Mohammad Saleh mengatakan bahwa peradilan sering kali menetapkan dua putusan berbeda untuk objek yang sama karena ada dua pihak yang sama-sama mengadu dengan tempat pengaduan yang berbeda.
"Kalau beda putusan, eksekusi putusan akan sulit dilaksanakan. Oleh karena itu, solusinya adalah ajukan PK ke MA, atau minta petunjuk MA sesuai dengan SEMA Nomor 1/1996 tentang peradilan mana yang berhak sehingga tidak perlu ada dua putusan untuk objek yang sama," katanya.
Sementara itu, Rektor Unair Prof M. Nasih menilai pandangan Prof. Saleh akan memberi kontribusi pada tegaknya hukum di Indonesia. "Kalau hukum tegak, Indonesia akan jaya," katanya.
(E011/D. Kliwantoro)