Jakarta (Antara Kalbar) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan kegiatan "markdown" atau merendahkan bobot kapal ikan dari ukuran sebenarnya sangat signifikan terjadi di sejumlah lokasi kawasan penangkapan ikan di Indonesia.
"Markdown ini sangat signifikan," kata Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Menurut Zulficar, di sejumlah lokasi bahkan ada yang ditemukan sampai 90 persen kapal ikan yang ternyata di-"markdown".
Alasan dilakukannya markdown, kata dia, karena untuk bobot kapal di bawah 30 gross tonnage tidak harus meminta izin ke pusat tetapi cukup di daerah.
Selain itu, lanjut dia, untuk kapal yang dalam izin disebutkan di bawah 30 GT berpeluang memperoleh subsidi BBM.
"Dari 12 lokasi yang sudah kita kunjungi, diprediksi sekitar 2.000-an kapal yang markdown," kata Zulficar.
Selanjutnya, kata dia, akan terus dilakukan pengukuran kapal ikan sampai sekitar 30 lokasi.
Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan KKP memperbaiki mekanisme perizinan kapal tangkap ikan karena tahap perizinan yang ada dinilai cenderung berpotensi disalahgunakan.
"Problem terkait dengan perizinan, antara lain, nelayan kurang paham prosedur pengurusan surat, durasi pengurusan 1 hingga 5 bulan, maraknya calo, dan pungutan liar," kata Sekrataris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Kamis (18/8).
Menurut Abdul Halim, dahulu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjanjikan ada gerai terpadu untuk kapal ikan yang akan melakukan pengukuran bobot terkait dengan perizinan kapal. Akan tetapi, gerai itu dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Sekjen Kiara berpendapat bahwa pihak yang seharusnya bersama-sama dengan Kementerian Perhubungan melakukan pengukuran bobot kapal bukanlah Satgas Antipenangkapan Ikan Secara Ilegal. Akan tetapi, mestinya Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP.
Satgas, kata dia, seharusnya bermanfaat seperti lembaga staf khusus yang memberikan nasihat kepada menteri karena peran satgas pada saat ini dinilai hanya menciptakan kelembagaan baru yang sebenarnya mengerjakan fungsi yang dapat dilakukan oleh lembaga yang sudah ada.
Sebagaimana diketahui, sejak Juli 2015 s.d. Juli 2016, KKP telah memberikan 265 izin untuk kapal penangkap ikan di perairan Indonesia, dari sebanyak 2.245 izin yang diajukan oleh pemilik kapal.
Alasan penolakan dari mayoritas kapal, antara lain, karena tidak ada alasan, masih perlu dilakukan verifikasi, serta belum memiliki kelengkapan dokumen kapal.