Pontianak (Antara Kalbar) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak mengimbau kepada pihak media, baik cetak dan elektronik agar menerapkan jurnalisme empati dalam pemberitaan terhadap korban kekerasan seksual dan korban kekerasan dalam rumah tangga.
"Kami minta media massa baik cetak dan elektronik agar menghentikan pemberitaan yang mengedepankan sensasi dan seksisisme untuk korban kekerasan seksual dan KDRT," kata Ketua AJI Pontianak, Dian Lestari saat menyampaikan orasinya di Tugu Digulis Untan Pontianak, Rabu.
Menurut Dian, hingga hari ini, kondisi memprihatinkan masih membayang-bayangi kehidupan perempuan di seluruh dunia. Di Indonesia, Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), mencatat tahun 2016 ditemukan 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan, yang terdiri dari 245.548 kasus bersumber pada data kasus atau perkara yang ditangani oleh 359 Pengadilan Agama, serta 13.602 kasus yang ditangani oleh 233 lembaga mitra pengada layanan yang tersebar di 34 provinsi.
Sementara di Kalbar, kasus kekerasan terhadap perempuan, menurut Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kalbar, mencatat angka kekerasan seksual, fisik dan kekerasan verbal serta kasus penelantaran, meningkat drastis sepanjang 2010 hingga 2016. Tahun 2015 saja ada 21 kasus, dan hingga akhir tahun 2016, tercatat sebanyak 30 kasus yang ditangani di shelter (Rumah Aman/Perlindungan).
Mencermati ketidakadilan yang dialami perempuan Indonesia, maka AJI Pontianak menuntut dan menyerukan kepada pihak-pihak terkait, agar mengambil tindakan, yakni berharap kepada DPR agar menjadikan UU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai payung hukum yang menjamin pemenuhan hak korban kekerasan seksual atas kebenaran, keadilan, pemulihan, dan jaminan atas ketidakberulangan.
Kemudian, mendesak pemerintah agar melindungi dan memulihkan para korban KDRT, dan pemerintah hendaknya mendorong peningkatan partisipasi publik dalam pendampingan korban kekerasan seksual dan korban KDRT tersebut.
"Pemerintah hendaknya juga tidak membuat produk hukum seperti peraturan daerah yang mendiskriminasi perempuan. Untuk aparat penegak hukum juga harus menjerat para pelaku kekerasan seksual dengan ancaman hukuman maksimal, agar menimbulkan efek jera," ujarnya.
AJI Pontianak juga mendesak, kepada
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif agar menghentikan pemiskinan terhadap perempuan-perempuan pekerja migran, katanya.
Dian juga menyerukan perlindungan hukum yang setara bagi seluruh perempuan yang memperjuangkan tanah, adat, dan lingkungannya, yang tergerus korporasi baik monokultur, ekspansi skala besar, yang menghilangkan norma dan yang merusak adat istiadat, perilaku keseharian, dan budaya asli masyarakat.
Ketua AJI Pontianak menambahkan,
agar semua kalangan hendaknya bersama-sama menumbuhkembangkan kesadaran literasi media. Masyarakat yang cerdas dalam mengkonsumsi, menganalisa, dan menyikapi berita media massa serta media sosial, akan mampu mewujudkan kemajuan bangsa Indonesia.
AJI Pontianak Imbau Media Terapkan Jurnalisme Empati
Rabu, 8 Maret 2017 12:59 WIB