Pontianak (Antaranews Kalbar) - Ketua Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP) Bruder Stephanus Paiman, yang mendampingi terdakwa Frantinus Nirigi, menilai sidang kasus dugaan candaan bom dalam pesawat Lion Air JT 687, di PN Mempawah, Kalbar, terkesan berat sebelah.
"Pada prinsipnya kami tidak ingin ada pihak yang 'masuk angin', karena dalam dua sidang terakhir ini ada yang janggal," kata Bruder Stephanus Paiman di Pontianak, Selasa.
Dalam sidang sebelumnya yang diselenggarakan pada Kamis (13/9/2018), jaksa menghadirkan saksi yaitu pilot yang berkebangsaan Rusia. Pada saat dilakukan BAP, pilot tersebut didampingi oleh penterjemah yang bersertifikat.
Namun, pada saat memberikan kesaksian, pilot tersebut didampingi oleh penterjemah yang tidak bersertifikat dan berasal dari orang Lion Air sendiri, sehingga hal itu sudah melanggar aturan. Selain itu penterjemah itu menambah dan mengurangi terjemahan, sehingga banyak yang terkesan mengada-ada, katanya.
Kemudian, menurut dia, pada saat kuasa hukum ingin menghadirkan saksi ahli, dimentahkan oleh hakim dengan alasan saksi dari JPU sudah banyak dan waktu penahanan sudah terlalu lama.
"Ketua majelis hakim juga mengatakan agar kuasa hukum lebih baik mempersiapkan banding atau kasasi, padahal tahapan sidang lainnya seperti pledoi, replik, duplik serta putusan belum ada. Artinya pernyataan ketua majelis ini kita sudah tahu bahwa Frans kalah dan siap-siap dihukum penjara," ujarnya.
Ia menambahkan, yang mengejutkan adalah pada saat kuasa hukum mengajukan agar menghadirkan saksi yang meringankan yang ada didalam BAP, majelis hakim menanyakan apakah kuasa hukum punya duit atau tidak.
"Ada hal yang ditabrak ketua majelis hakim, beliau bertanya kepada pengacara terdakwa, saudara punya duit tidak?. Pertanyaan ini karena pengacara terdakwa minta agar saksi yang di BAP harus dihadirkan," katanya.
Selain itu, harusnya saksi yang meringankan terdakwa atau saksi yang di BAP tersebut, wajib dihadirkan JPU, tetapi faktanya tidak dihadirkan, tetapi saksi yang hanya "katanya" dihadirkan jaksa dalam persidangan," kata Stephanus.
Sidang selanjutnya akan kembali digelar, Kamis (20/9/) mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi ahli.
Sebelumnya, sidang lanjutan kembali digelar di PN Mempawah, Senin (17/9) dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi yang dihadirkan oleh JPU, namun tidak, sehingga kesaksian pun hanya dibacakan oleh jaksa.
Sementara itu, Penasihat Hukum Frantinus Nirigi, Andel mengatakan saksi-saksi yang seharusnya bisa meringankan terdakwa, justru tidak dihadirkan oleh jaksa, yakni Linda, seorang penumpang yang duduk di sebelah Frantinus saat peristiwa tersebut terjadi.
Andel menambahkan, dalam keterangan yang terdapat di dalam BAP, saksi tersebut jelas menyebutkan bahwa terdakwa hanya menyebutkan "awas bu, ada tiga laptop" yang didengar oleh saksi bernama Linda tersebut.
Namun, menurut dia, saksi-saksi yang meringankan tersebut malah tidak dihadirkan, dan jaksa terkesan hanya menghadirkan saksi yang tidak sesuai dengan kompetensinya dalam memberikan kesaksian.
Jaksa Penuntut Umum, Rezkinil Jusar mengatakan, pihaknya bukan tidak mau menghadirkan saksi, karena dalam KUHAP adanya berita acara saksi didalam penyidikan itu sama kuatnya dengan berita acara sumpah dipersidangan.
Menurut dia, saksi Linda tidak dihadirkan, karena sudah sesuai dengan keterangan dalam BAP, sehingga yang dibacakan pun juga akan sama.
FRKP: sidang candaan bom diduga terkesan berat sebelah
Selasa, 18 September 2018 15:54 WIB