Beijing (ANTARA) - Indonesia menekankan status hak milik proyek dan keberadaan tenaga kerja asing dalam kerangka Kerja Sama Internasional Sabuk Jalan (Belt and Road Forum - BRF) yang diprakarsai oleh Presiden China Xi Jinping.
"Ownership dan tenaga kerja asing jadi 'concern' kita di sini," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Beijing, Kamis (25/4) malam.
Menurut dia, tenaga kerja asing asal China harus berdasarkan nilai dan bentuk investasi.
Baca juga: Pabrik Alumina RI-China Direncanakan di Kalbar
"Pekerja asing di Indonesia itu lebih kurang 100 ribu. Pekerja Indonesia di Malaysia itu saja 1,5 juta orang. Jadi pekerja asing di Indonesia jauh lebih sedikit daripada pekerja Indonesia yang kerja di luar negeri," ujarnya sebelum menghadiri pembukaan Konferensi BRF II itu.
Kemudian Wapres menyebutkan bahwa China telah mendirikan lembaga pendidikan politeknik di Morowali, Sulawesi Tengah.
"Mereka bikin politeknik sehingga makin lama makin berkurang ini (pekerja asing). Kan mereka menyadari kalau orang Indonesia pintar toh, gampang, tidak ada masalah sosial, dan lebih murah tentunya dibandingkan didatangkan dari luar lagi," ujarnya.
Baca juga: Televisi Indonesia Sambut Kerja Sama dengan China
Wapres menegaskan bahwa lembaga pendidikan vokasi di Morowali itu bukan lembaga pendidikan bahasa Mandarin karena bisa membutuhkan waktu yang lama untuk menciptakan tenaga siap kerja.
"Justru mereka yang harus belajar bahasa Indonesia, karena kalau bahasa Mandarin tamatannya bisa lama, baru ada tenaga kerjanya," ujarnya.
Kecuali untuk level manager yang menurut Kalla harus dibekali pelajaran bahasa Mandarin.
Baca juga: Indonesia -China Kerja Sama Implementasi TV Digital
Di depan Wapres, para pengusaha China mengatakan bahwa 88 sampai 90 persen pekerjanya di Indonesia merupakan masyarakat lokal.
Kemudian Kalla mencontohkan investor Jepang pada awal-awal masuk di Indonesia.
"Itu berlaku dimana mana, pada saat Toyota mulai masuk di sini contohnya, di 'assembly' mobil itu lebih dari 100 orang Jepang pekerjanya. Sekarang tinggal dua saja. Memang agak tinggi, tapi pasti akan turun," kata Wapres berlatar belakang pengusaha itu.
Politeknik Metalurgi
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menambahkan bahwa politeknik yang dibuka di Morowali itu untuk bidang metalurgi. "Kita belum punya studi metalurgi itu," ujarnya mendampingi Wapres dalam Konferensi BRF II di Beijing pada 24-27 April 2019 itu.
Selain mendidik tenaga kerja lokal, dalam melakukan investasi di Indonesia, China juga diharuskan memenuhi empat syarat yang ditetapkan Indonesia, yakni memberikan nilai tambah sehingga tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam.
"Kemudian mereka harus transfer teknologi. Sistemnya juga harus 'B to B' (antarpebisnis). Syarat kelima, betul-betul harus ramah lingkungan. Dan mereka menjamin semua itu," kata Luhut.
Baca juga: Indonesia-China Berkepentingan Kerja Sama Pertanian
Oleh karena itu, Luhut membantah anggapan bahwa Morowali telah dikendalikan oleh para pekerja asing asal China.
"Itu tidak mungkin sekarang hanya 3.000 sampai 40.000 pegawai Tiongkok yang tersebar di delapan sampai sembilan perusahaan disana. Dan di sana bukan hanya Tiongkok, itu pun ada modal Jepang," ujarnya.
Menurut Luhut, proyek yang didanai dalam skema Sabuk Jalan bukanlah China yang menentukan.
Baca juga: Indonesia-Uruguay Lakukan Pertemuan Bilateral
"Itu inisiatif bersama bukan hanya insiatif China. Kita tetap tidak ingin dan menghindari seakan-akan China yang menentukan, tidak. Kita tidak mau. Indonesia yang menentukan, 'ownershipnya' harus di (pihak) Indonesia," tegas Jenderal (Purn) TNI itu.
Selain itu Luhut menekankan bahwa proyek-proyek China di Indonesia bukan berdasarkan skema hutang.
"Kita hampir tidak ada urusan dengan hutang nasional, karena sistemnya yang 'B to B' itu dan kita juga memberikan setidaknya lima syarat investasi tersebut kepada mereka," katanya.
Indonesia tekankan status kepemilikan proyek dan tenaga kerja asing dengan Tiongkok
Jumat, 26 April 2019 9:55 WIB