Jakarta (ANTARA) - Vaksin COVID-19 yang dirancang sejumlah peneliti di beberapa negara mulai diujicobakan untuk pertama kali ke manusia pada hari ke-60 setelah Pemerintah China berbagi data urutan genetik (genetic sequencing) virus ke pihak lain, kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus di Jenewa, Swiss.
"Ini adalah pencapaian yang luar biasa," kata Ghebreyesus dalam sesi pengarahan harian di markas WHO, Rabu (18/3), sebagaimana dipantau di laman resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kamis.
Ghebreyesus menjelaskan WHO bersama peneliti di negara-negara mitra masih berupaya mempelajari dan berusaha menemukan obat untuk COVID-19.
"WHO bersama mitra menjalankan rangkaian riset di sejumlah negara dan mencoba membandingkan hasil satu sama lain. Penelitian skala internasional ini dirancang menghimpun informasi dan data dalam jumlah besar demi menunjukkkan pengobatan seperti apa yang paling efektif. Kami menyebut langkah ini sebagai wujud solidaritas dalam melakukan uji coba (solidarity trial)," terang Ghebreyesus.
Sejumlah negara telah menyatakan kesiapan ikut aksi tersebut, di antaranya Argentina, Bahrain, Kanada, Prancis, Iran, Norwegia, Afrika Selatan, Spanyol, Swiss, dan Thailand. "Saya yakin akan ada lebih banyak negara yang akan bergabung," ujar dia.
Peneliti di Akademi Ilmu Pengetahuan dan Kedokteran China, lembaga yang berada di bawah Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA), pada Selasa (17/3), telah menerima izin dari pemerintah untuk melakukan uji klinis vaksin COVID-19 pada pekan ini. Uji coba itu akan dilakukan oleh pihak akademi bekerja sama dengan perusahaan bioteknologi asal Hong Kong, CanSino Biologics.
Sementara itu, peneliti di Amerika Serikat, pada Senin (16/3), mengumumkan uji klinis vaksin COVID-19 telah dilakukan untuk pertama kali ke manusia. Vaksin yang dianggap berpotensi mencegah penularan COVID-19 itu dikembangkan oleh Institut untuk Alergi dan Penyakit Menular Nasional AS serta perusahaan bioteknologi Moderna.
Data Worldometers, laman penyedia jasa statistik independen, per Kamis (19/3) menunjukkan 219.555 jiwa di berbagai negara dunia tertular COVID-19 sejak virus itu pertama kali mewabah di Kota Wuhan, China, pada akhir tahun lalu. Dari jumlah itu, 8.972 pasien meninggal dunia dan 85.751 lainnya dinyatakan sembuh. Otoritas di Wuhan mengumumkan pada Rabu (18/3), untuk pertama kalinya tidak ada kasus pasien baru untuk COVID-19 di kota tersebut.
Per Kamis, China masih menjadi negara dengan pasien COVID-19 terbanyak, yaitu 80.928 jiwa dengan tambahan 34 pasien baru, disusul oleh Italia dengan 35.713 pasien, Iran 17.361 pasien, Spanyol 14.769 pasien, Jerman 12.327 pasien, Amerika Serikat 9.464 pasien dengan tambahan 205 pasien baru, Prancis 9.135 pasien, dan Korea Selatan 8.565 pasien dengan tambahan 152 pasien baru.