Pontianak (ANTARA) - Harga komoditas unggulan Kalbar berdasarkan hasil penetapan terus mengalami kenaikan seperti Tanda Buah Segar (TBS) sawit yang saat ini di harga tertinggi pada usia 10 -20 tahun mencapai Rp2.231,15 per kilogram.
“Secara umum harga TBS sawit di Kalbar pada periode II Januari 2021 mengalami kenaikan rata - rata sebesar Rp115,90 dibandingkan harga periode I Januari 2021. Harga saat periode ini Rp2.231,15 per kilogram tertinggi sejak 2019 lalu,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar, Heronimus Hero di Pontianak, Jumat.
Heronimus Hero menjelaskan kenaikan TBS didorong oleh kenaikan harga jual minyak sawit mentah atau CPO sebesar Rp494,05 per kilogram dan kenaikan harga inti sawit (PK) sebesar Rp535,84 per kilogram.
“Jadi kenaikan TBS periode II Januari 2020 ini karena CPO dan PK yang naik. Tercatat untuk harga CPO sudah mencapai Rp9.744,39 per kilogram dan untuk harga PK Rp6.766, 88 per kilogram,” jelas dia.
Hero mengatakan bahwa dengan kenaikan harga TBS atau sawit secara umum tentu akan berkorelasi terhadap peningkatan petani dan perusahaan perkebunan tersebut.
“Harapan kita harga seperti ini terus stabil dan mengalami kenaikan. Dengan harga naik tingkat kesejahteraan petani membaik karena pendapatan naik tersebut,” kata dia.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalimantan Barat (Kalbar) optimis produksi dan harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) pada 2021 akan tetap baik.
"Jika mengulas sifat iklim tahun 2019 – 2020 yang cukup kondusif bagi sektor perkebunan sawit, optimis produksi dan harga CPO pada tahun 2021 ini akan tetap baik," ujar Ketua Gapki Kalbar, Purwati Munawir.
Ia menjelaskan bahwa dari sisi kinerja produksi CPO tetap baik karena diproyeksikan sama dengan produksi 2020 yaitu lebih kurang 6 juta ton terdiri dari 5 juta ton CPO dan 1 juta ton inti sawit atau PK.
Sedangkan dari sisi harga CPO, pergerakannya cenderung semakin membaik sejak 2019 dan diperkirakan masih tetap bergerak naik setidaknya sampai semester I- 2021.
Namun demikian, tambahnya, strategi pasar masih harus dikawal terutama terkait dengan efisiensi tata kelola sawit di lapangan.
"Demikian pula serapan pasar global terutama ke negara Cina, India diperkirakan masih tetap baik hal ini dipengaruhi oleh daya saing CPO yang cukup kuat terhadap minyak nabati lain (kedele, jagung) karena produksi yang cenderung terbatas," kata