Pontianak (ANTARA) - Wali Kota Pontianak, di Kalimantan Barat, Edi Rusdi Kamtono menyatakan, keterlambatan pembayaran insentif para tenaga kesehatan (nakes) yang menangani pasien COVID-19 karena petunjuk teknis (Juknis) dari Kemenkes yang berubah-ubah.
"Selain itu, keterlambatan juga disebabkan karena data dari pihak Puskemas yang memberikan SPJ ke Dinkes Kota Pontianak juga terlambat, karena bertambahnya dan banyaknya pekerjaan mereka," kata Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Senin.
Dia menjelaskan, dalam penanganan hal itu, maka pihaknya juga disarankan dalam membayar insentif tenaga kesehatan agar sesuai dengan Juknis yang ditentukan itu. "Karena kalau buru-buru dalam membayarkan insentif nakes maka bisa menjadi temuan oleh KPK," ungkapnya.
Edi menambahkan, saat ini pihaknya melalui Dinkes Kota Pontianak sudah membayar insentif nakes sebanyak 50 persen atau sebesar Rp6,9 miliar dari total yang dianggarkan sekitar Rp13,8 miliar untuk tahun 2021.
"Saat ini kami juga sedang memproses untuk pembayaran insentif nakes tahap selanjutnya," katanya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegur 10 bupati-wali kota yang masih belum membayarkan insentif tenaga kesehatan, termasuk Wali Kota Pontianak.
Stafsus Mendagri Kastorius Sinaga dalam keterangannya lewat pesan elektronik di Jakarta, Selasa, mengatakan realisasi pos belanja insentif tenaga kerja kesehatan daerah (Innakesda) merupakan salah satu fokus perhatian Mendagri Tito di dalam memonitor realisasi belanja APBD.
"Kebijakan refocusing APBD 2021 telah menggariskan bahwa 8 persen dana alokasi umum (DAU) dan DBH (dana bagi hasil) tahun anggaran 2021 ini diperuntukkan untuk penanganan COVID-19, termasuk pembayaran insentif nakes daerah," kata dia.
Artinya, lanjut Kastorius Sinaga faktor ketersediaan dana seharusnya terjamin untuk Innakesda. Namun hasil pemantauan rutin Kemendagri, yang datanya telah cek kembali ke data Kemenkeu dan Kemenkes, masih terdapat banyak daerah yang belum membayarkan innakesda.
Bahkan, lanjut dia di beberapa daerah yang termasuk PPKM level 4, dimana penyebaran COVID-19 masuk zona merah, insentif para nakes belum direalisasikan oleh kepala daerah.
"Mendagri sangat memberi perhatian kepada nakes karena merekalah salah satu 'front liner' penanganan COVID-19 di daerah," ucapnya.
Karena itu, Kastorius Sinaga mengatakan pada 30 Agustus 2021, Mendagri Tito Karnavian telah menanda-tangani surat teguran kepada 10 kepala daerah (bupati dan wali kota) yang belum membayarkan insentif kepada nakes di daerahnya.
"Hari ini surat teguran Bapak Menteri bernomor 904 tertanggal 26 Agustus 2021 akan langsung dilayangkan ke 10 bupati dan wali kota yang belum membayarkan innakesdanya," ujarnya.
Kastorius Sinaga menjelaskan 10 kepala daerah tersebut yakni Wali Kota Padang, Bupati Nabire, Wali Kota Bandar Lampung, Bupati Madiun, Wali Kota Pontianak, Bupati Penajem Paser Utara, Bupati Gianyar, Wali Kota Langsa, Wali Kota Prabumulih, dan Bupati Paser.
Dalam surat teguran yang ditembuskan ke Presiden tersebut, Mendagri meminta para kepala daerah tersebut untuk segera membayarkan innakesda.
Kemudian, bila daerah belum melakukan refocusing anggaran sebagai sumber belanja innakesda, kepala daerah dapat melakukan perubahan peraturan kepala daerah (Perkada) dengan memberitahukan kepada pimpinan DPRD sehingga pembayaran innakesda tidak terhambat.
Kemendagri sangat serius mengawasi realisasi belanja anggaran oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Bahkan, secara langsung, Mendagri memerintahkan jajaran eselon 1 Kemendagri, utamanya Inspektorat Jenderal dan Dirjen Keuangan Daerah melakukan monitoring mingguan realisasi APBD.
Monitoring mingguan realisasi dari 548 pemerintah daerah seluruh Indonesia itu berkaitan dengan faktor pengungkit pemulihan ekonomi di daerah serta penanganan COVID-19 di daerah.
Wako Pontianak ungkap penyebab keterlambatan pembayaran insentif nakes
Selasa, 31 Agustus 2021 22:13 WIB