Pontianak (ANTARA) - Berbagai modus penipuan yang mengatasnamakan institusi perbankan dan keuangan di Indonesia masih kerap terjadi. Terlebih dengan semakin meningkatnya pengguna internet di Indonesia, di mana berdasarkan data dari We Are Social, terdapat 204,7 juta pengguna internet, dengan 170 juta pengguna di antaranya menggunakan media sosial.
Namun, di tengah tingginya angka pengguna internet di Indonesia, tidak diimbangi dengan baiknya tingkat literasi digital masyarakat. Di mana berdasarkan survei Literasi Digital di Indonesia pada tahun 2021, indeks atau skor literasi digital di Indonesia berada pada angka 3,49 dari skala 1-5. Skor tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi digital di Indonesia masih berada dalam kategori "sedang".
Hal ini mengakibatkan masih banyak masyarakat Indonesia yang mudah terjebak penipuan saat transaksi digital yang berupaya untuk mendapatkan data dan informasi yang bersifat pribadi untuk memperoleh keuntungan.
Di tengah maraknya aksi tindak kejahatan digital yang mengatasnamakan pihak bank membuat masyarakat resah. Tak jarang para pelaku kejahatan menyebar luaskan sejumlah informasi hingga link palsu melalui jejaring aplikasi pesan singkat, sosial media, hingga surat elektronik.
Terkait hal tersebut, BRI secara berkala terus melakukan edukasi pencegahan berbagai modus penipuan yang disebarkan melalui berbagai saluran komunikasi, seperti Social Engineering, Phising, dan sebaran File APK Palsu.
Edukasi melalui berbagai media resmi perseroan tersebut diharapkan dapat meningkatkan awareness masyarakat agar dapat terhindar dari berbagai modus kejahatan perbankan.
"BRI terus mengimbau kepada nasabah agar senantiasa berhati-hati dalam melakukan transaksi finansial, yaitu dengan menjaga kerahasiaan data pribadi dan data perbankan (user name, Password, PIN, OTP, dsb). Nasabah wajib merahasiakan itu dari siapapun, termasuk keluarga, kerabat, maupun petugas bank," kata Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto, di Jakarta, Jumat.
Agus Sudiarto mengatakan BRI secara proaktif terus berkordinasi dan menjalin komunikasi bersama Kepolisian guna mendukung proses pengungkapan dan penangkapan kejahatan perbankan tersebut.
Hal ini sekaligus dapat menjadi efek jera bagi para pelaku kejahatan sejenis. Pengungkapan ini menjadi momentum bagi kita semua untuk terus berhati-hati atas berbagai modus penipuan yang saat ini kian marak terjadi di masyarakat, sekaligus, ini menjadi penanda atas keseriusan BRI untuk menangani kasus ini bersama para pihak terkait.
Menurut Agus Sudiarto, BRI hanya menggunakan saluran komunikasi resmi milik perusahaan (verified/centang biru) yang dapat diakses nasabah melalui website di alamat www.bri.co.id, Instagram: @bankbri_id, Twitter: bankbri_id, kontak_bri, promo_bri, Facebook: Bank BRI, Youtube: Bank BRI, Tiktok: Bank BRI, dan Contact BRI di nomor 14017/1500017.
"Kemarin, Kepolisian Republik Indonesia, kembali mengungkap dan menangkap pelaku pembuat dan penyebar file link Aplikasi APK bermodus phising melalui jejaring platform sosial media pada Jumat (19/01) di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta," katanya.
Terkait hal tersebut, BRI secara aktif terlibat dalam mendukung proses penyelidikan dan proses pengungkapan serta penangkapan para pelaku berjumlah 13 orang. Dengan adanya berbagai modus kejahatan perbankan tersebut, BRI bertindak proaktif melakukan kordinasi kepada pihak Kepolisian dan mengawal pengungkapan kasus tersebut hingga pada proses penangkapan.
Pengungkapan kasus penipuan perbankan oleh Bareskirm Polri
Berdasarkan hasil investigasi yang dipaparkan oleh Bareskrim Polri, diketahui terdapat 4 kelompok pelaku yang terdiri dari pelaku pengumpul data nasabah (rekening, username, password, nomor HP, dll); pelaku developer APK atau pembuat dan pengelola file APK palsu dengan modus agen pengiriman barang yang disampaikan melalui aplikasi pesan singkat dan perubahan tarif transfer; pelaku penipuan (yang mengirimkan pesan singkat disertai file APK kepada korban; yang terakhir pelaku kuras rekening.
Setelah memperoleh data pribadi korban, pelaku kemudian mengambil alih internet banking dan melakukan transaksi pemindahan saldo ke beberapa rekening penampungan atau berbagai akun e-commerce sampai akhirnya dilakukan penarikan dana.
Terhadap kasus ini, BRI bekerjasama dengan Kepolisian melakukan analisa dan melakukan tracing alur aliran dana tersebut dalam rangka mengungkap identitas para pelaku.
Dari penangkapan tersebut, polisi mengamankan 75 alat bukti dari 13 tersangka, diantaranya CPU yang digunakan untuk melakukan render data, sejumlah ponsel dari berbagai merek yang digunakan para tersangka untuk menyebarkan pesan singkat, dan laptop serta flaskdisk untuk menyimpan data tindak kejahatan para tersangka.
Para tersangka dijerat Pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1) dan/atau Pasal 46 ayat (1) Jo 30 ayat (1) UU ITE, Pasal 46 ayat (2) Jo 30 ayat (1) UU ITE, Pasal 50 Jo 34 ayat (1) UU ITE, 48 ayat (1) Jo 32 ayat (1) UU ITE.
BRI Pontianak gencarkan sosialisasi cegah penipuan transaksi digital
Atas pengungkapan kasus tersebut, Kepala Pimpinan Cabang BRI Pontianak, Hermawan Sutrisno mengimbau masyarakat, khususnya nasabah BRI, untuk mewaspadai penipuan dengan modus social engineering yang marak terjadi saat ini.
"Maraknya aksi kejahatan ini, mendorong BRI untuk terus mengajak para nasabah dan semua pihak untuk selalu mengedepankan kewaspadaan dalam menerima pesan dalam bentuk apapun, dengan tidak terburu-buru percaya dengan ajakan pesan tersebut," kata Hermawan.
Umumnya, kata Hermawan, penipuan transaksi digital dilakukan dengan meminta pengguna internet atau nasabah mengklik link tertentu yang dikirimkan di media sosial.
Untuk itu, pihaknya meminta masyarakat, khususnya nasabah BRI untuk waspada dan jangan memberikan informasi data pribadi dan data perbankan (nomor rekening, nomor kartu, PIN, user, password, OTP) kepada orang lain atau pihak yang mengatasnamakan BRI.
"Cara kerja dari social engineering cukup cepat, bahkan kurang dari 5 menit. Pelaku berkomunikasi dengan korbannya melalui telepon ataupun layanan pesan singkat maupun chatting," tuturnya.
Umumnya, kata Hermawan, pelaku penipuan akan meminta para korban untuk memberikan akses terhadap data-data pribadi seperti nomor kartu kredit, PIN, OTP, CVV/CVC, nama ibu kandung, dan data personel lainnya. Jika data pribadi tersebut diberikan begitu saja, maka saldo nasabah di rekening dapat hilang.
"Serangan social engineering dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti melalui telepon, file yang didownload, pop up palsu, hingga yang paling sering, link palsu," kata Hermawan.
Peran OJK Kalbar dalam pencegahan kejahatan transaksi digital
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalbar, Maulana Yasin mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya dalam pencegahan kejahatan transaksi digital dan memberantas aplikasi Pinjaman online (Pinjol) yang ilegal.
"Kami terus berupaya dalam mencegah kejahatan transaksi digital dan pemberantasan Pinjol ilegal yang merugikan masyarakat. Saya berterima kasih dan mengapresiasi kepada para insan media yang telah mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi OJK di Provinsi Kalbar," kata Maulana Yasin.
Maulana menambahkan, bahwa OJK juga bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (Kemenkop UKM) serta seluruh stakeholder terkait yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi (SWI).
Ia menambahkan, OJK selaku lembaga yang diberikan amanat oleh undang-undang sebagai regulator industri jasa keuangan senantiasa selalu memperhatikan dan menjamin kenyamanan serta keamanan masyarakat yang menjadi konsumen dari industri tersebut.
"Kami juga telah melakukan berbagai kebijakan dalam mencegah penipuan transaksi digital dan memberantas pinjaman online ilegal salah satunya dengan melakukan cyber patrol dan menutup aplikasi dan website pinjaman online ilegal," katanya.
SWI akan terus berupaya memberantas pinjaman online illegal dengan cara mengumumkan entitas pinjaman online ilegal kepada masyarakat, mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada (Kemenkop UKM) untuk memutus akses keuangan dari pinjaman online ilegal, menyampaikan laporan Informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum, peningkatan peran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk pemberantasan pinjaman online illegal.
"Dan melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat secara berkelanjutan agar menggunakan pinjaman online yang terdaftar dan berizin dari OJK," katanya.
Untuk itu, dirinya berharap, semoga kedepannya tidak ada lagi masyarakat yang merasa tertipu, dirugikan atau ditindas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti pinjol ilegal.
"Peran insan media dalam menyampaikan Informasi yang cepat, tepat dan akurat kepada masyarakat luas merupakan tugas yang sangat penting dalam rangka meningkatkan literasi baik itu pemahaman masyarakat terhadap isu-isu terkini maupun strategis seperti maraknya pemberitaan terkait pinjol ilegal yang banyak merugikan dan meresahkan masyarakat," katanya.