Jakarta (ANTARA) - Direktur Sistem dan Teknologi Informasi Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM Eko Budianto mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang sudah lolos uji tuntas HAM menuai peningkatan kepercayaan publik terkait produk-produk yang dihasilkan.
"Kalau di dunia internasional, lolos uji tuntas HAM itu akan meningkatkan kepercayaan publik terkait dengan produk-produk yang dihasilkan," ujar Eko Budianto dalam penjelasannya secara daring yang dipantau dari Jakarta, Selasa.
Selain memperoleh kepercayaan terkait produk-produk yang dihasilkan, Eko juga mengatakan perusahaan yang lolos uji tuntas HAM akan lebih dipercayai oleh konsumennya, mitra, hingga kliennya dalam menjalin hubungan bisnis.
Akan tetapi, lanjut Eko, yang saat ini mampu mengikuti uji tuntas HAM adalah perusahaan yang berada dalam kategori menengah ke atas, sebab terdapat banyak aspek yang harus dipenuhi.
Aspek-aspek tersebut meliputi kepatuhan perusahaan terhadap Upah Minimum Regional (UMR), jaminan kesehatan, fasilitas, infrastruktur, bahkan keluarga karyawan.
Eko mengungkapkan bahwa hingga saat ini, baru sekitar 230 hingga 240 perusahaan yang sudah mengikuti uji tuntas HAM.
Ia memaklumi hal tersebut mengingat sebagian besar perusahaan di Indonesia masih tergolong perusahaan mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Kalau bicara soal hal itu, tentunya yang sudah memenuhi adalah perusahaan-perusahaan yang begitu (menengah ke atas)," kata Eko.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM Dhahana Putra mengatakan lembaganya akan memberikan pendampingan dan mendorong pelaku usaha untuk memberikan perlindungan HAM bagi tenaga kerja untuk menciptakan iklim usaha yang ramah HAM.
Dhahana mengatakan salah satu instrumen yang akan digunakan untuk mengukur tingkat perlindungan HAM bagi pekerja adalah aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan HAM yang disingkat PRISMA.
PRISMA dirancang untuk membantu perusahaan dalam mengidentifikasi risiko dampak hak asasi manusia dalam aktivitas bisnis.