Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengembangan Bisnis PT Asuransi Jasa Indonesia atau Jasindo (Persero) Tahun 2019-2020 Sahata Lumbantobing didakwa melakukan korupsi, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp38,21 miliar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Prasetya Raharja mengungkapkan kasus korupsi itu diduga dilakukan bersama-sama, antara lain dengan Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Dana Karya Toras Sotarduga pada rentang waktu 2016 hingga 2020.
"Korupsi dilakukan dengan merekayasa kegiatan keagenan PT Mitra Bina Selaras (PT MBS) dan menerima pembayaran komisi agen dari PT Jasindo meskipun PT MBS tidak terdaftar dalam daftar perusahaan asuransi yang resmi," ucap JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Dengan demikian, JPU menilai perbuatan korupsi itu telah memperkaya Sahata sebesar Rp525,42 juta, Toras Rp7,66 miliar, Kepala Kantor PT Jasindo Cabang S. Parman Jakarta Tahun 2017-2019 Ari Prabowo Rp23,55 miliar, dan Kepala Kantor PT Jasindo Cabang Pemuda Jakarta Tahun 2018-2020 Mochamad Fauzi Ridwan Rp1,95 miliar.
Kemudian, memperkaya Kepala Kantor PT Jasindo Cabang Makassar Tahun 2018-2019 Yoki Tri Yuni Rp1,75 miliar, Kepala Kantor PT Jasindo Cabang Semarang Tahun 201-2021 Umam Tauvik Rp1,43 miliar, serta pihak PT Bank BNI (Persero) sebesar Rp1,34 miliar.
Atas perbuatannya, Sahata terancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Dalam sidang tersebut, Toras juga didakwa dengan pasal yang sama karena bersama-sama melakukan perbuatan yang sama, sementara pihak lainnya akan didakwakan dalam berkas terpisah.
JPU menjelaskan kasus korupsi bermula saat Sahata mengajak Toras, yang merupakan teman sekolahnya, untuk memberikan dana talangan, yang pengembalian dan keuntungannya, akan diberikan melalui komisi agen.
Untuk itu, Sahata meminta Toras agar bersedia menjadi agen PT Jasindo. Atas ajakan tersebut, Toras masih meminta waktu untuk berpikir.
Kemudian pada Januari 2017, Ari dan Kepala Unit Pemasaran Kantor Cabang S. Parman Agus Sugiarto mendapat rekomendasi dari Fauzi mengenai adanya peluang bisnis asuransi jiwa kredit khususnya kredit mikro di Bank Mandiri dan mengarahkan pekerjaan tersebut kepada Ari karena Kantor Cabang S. Parman merupakan kantor cabang ritel khusus perbankan.
Atas arahan tersebut, Ari menemui Kepala Divisi Kredit Mikro Bank Mandiri Wawan Setyawan di Plaza Bank Mandiri, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Wawan meminta pendapatan berbasis komisi atau fee based income sebesar 25 persen termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) untuk program Penjaminan Kredit Mikro.
Sementara untuk program penjaminan kredit usaha mikro, Wawan meminta pendapatan berbasis komisi sebesar 17,5 persen termasuk PPN yang dibayarkan setiap tanggal 20 bulan berjalan sesuai dengan premi yang telah dibayarkan oleh nasabah Bank Mandiri.
"Setelah pertemuan itu, Ari menemui Sahata dan menyampaikan hasil pertemuan mengenai permintaan pendapatan berbasis komisi," kata JPU.
Lalu, Sahata mengarahkan agar Ari menggunakan perusahaan milik temannya untuk digunakan sebagai agen agar bisa mengakomodir pendapatan berbasis komisi kepada Bank Mandiri dan berbagai kebutuhan biaya keperluan Sahata yang dibebankan pada Kantor Cabang S. Parman.
Dengan adanya informasi dari Ari, Sahata menghubungi Toras untuk menanyakan kembali kesediaannya agar menjadi agen di PT Jasindo yang disetujui oleh Toras. Setelah itu, Sahata meminta bertemu dengan Toras bersama tim di Cafe Paul daerah SCBD Jakarta untuk membicarakan secara langsung mengenai persyaratan sebagai agen.
Dalam pertemuan tersebut, JPU mengungkapkan Sahata kembali menyampaikan permintaan agar Toras mendirikan perusahaan yang akan dijadikan sebagai agen khusus untuk memberikan dana talangan guna membayarkan pendapatan berbasis komisi dan pembayaran klaim tertanggung lebih dahulu serta dapat memberikan biaya komitmen atau commitment fee untuk membiayai pengeluaran Sahata dan disetujui Toras.
"Dengan adanya kesepakatan tersebut Toras mengajukan komisi sebesar 15 persen, namun karena belum sepakat mengenai besarannya maka Sahata meminta agar hal tersebut diurus di Kantor Cabang S. Parman," tutur JPU.
Menindaklanjuti arahan Sahata, Toras selanjutnya mendirikan PT MBS sesuai dengan Akta Pendirian Perseroan Terbatas. Dengan ditunjuknya menjadi agen PT Jasindo maka PT MBS dapat mengajukan dan menerima pembayaran komisi agen dari PT Jasindo walaupun sebenarnya PT MBS bukan agen yang sebenarnya melakukan penutupan nasabah (yang memperoleh nasabah) pada asuransi PT Jasindo.
Selanjutnya dalam sebuah pertemuan, Ari menyampaikan bahwa komisi yang akan diterima Toras melalui PT MBS sebesar enam persen sampai delapan persen, tetapi ditolak oleh Toras hingga kemudian disepakati komisi yang diterima oleh Toras melalui PT MBS sebesar 10 persen.
Sementara komisi agen yang sebesar 90 persen akan dikembalikan oleh PT MBS ke pejabat Kantor PT Jasindo Cabang S. Parman, yang pengajuan dan pengembaliannya akan diurus oleh Dedi Supriyadi.
Dengan demikian JPU menyebutkan perbuatan Sahata bersama-sama dengan Toras dan sebagainya telah merugikan keuangan negara sebesar Rp38,21 miliar yang meliputi pembayaran komisi agen PT MBS periode 2017-2020 sebesar Rp75,47 miliar dikurangi pembayaran pendapatan berbasis komisi Bank Mandiri periode 2017-2019 sebesar Rp37,26 miliar.