Pontianak (ANTARA) -
"Ini merupakan keputusan yang adil bagi perusahaan," kata Sekretaris Perusahaan Asuransi Jasindo Cahyo Adi dalam rilis yang diterima di Pontianak, Jumat.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pontianak pada Senin (10/8/2020) telah mengeluarkan Putusan dengan Nomor Perkara 38/Pid.Sus-TPK/2019/PN Ptk dengan terdakwa Ricky Tri Wahyudi, Nomor Perkara 37/Pid.Sus-TPK/2019/PN Ptk dengan terdakwa Danang Suroso, dan Nomor Perkara 36/Pid.Sus-TPK/2019/PN Ptk dengan terdakwa Thomas Benprang. Isinya, ketiganya dibebaskan dari tuntutan.
Sementara itu Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) ikut mengapresiasi putusan hakim tersebut. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody AS Dalimunthe, ia yakin sejauh ini praktik asuransi di Indonesia, termasuk Jasindo senantiasa menjunjung tinggi komitmen untuk memberikan pelayanan kepada tertanggung sesuai kondisi polis.
"AAUI mengapresiasi putusan hakim tersebut, tentunya setelah mendengarkan penjelasan dari para saksi, para ahli dan bukti-bukti pendukung," ujarnya.
Disebutkan, sejauh ini, praktik asuransi di Indonesia yang tergabung dalam AAUI, tetap akan selalu menunjukkan komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada tertanggung sesuai kondisi polis.
Dody yakin perusahaan asuransi juga akan menjalankan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Saya belum baca amar putusan hakim. Tapi dari mengikuti kasus tersebut, pelajaran yang bisa diterima dan insya Allah akan menjadi perhatian bagi industri perasuransian adalah bahwa bisnis asuransi itu universal, dimana praktiknya dilaksanakan di semua negara dengan menggunakan proses bisnis yang awalnya berlaku di Inggris sebagai asal praktik asuransi," ujarnya.
Makanya, menurut Dody, prinsip-prinsip asuransi akan berlaku. Yakni: utmost good faith, insurable interest, indemnity, proximate cause, contribution dan subrogation.
"Karena bisnis jasa keuangan sangat terkait dengan dana masyarakat, maka peraturan hukum di suatu negara akan berlaku. Dan ternyata keenam prinsip asuransi itu belum semuanya ada dalam hukum positif di Indonesia," kata dia.
Referensi yang dipakai selama ini banyak menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Dan setiap ada kasus di pengadilan, referensi hakim juga bisa bermacam-macam tergantung saksi dan pembuktian.
"Berbeda dengan Inggris yang memakai yurisprudensi. Karena praktik asuransi (insurance common practices) tidak terakomodir di hukum positif, maka setiap kasus akan dikaitkan dengan hukum positif yang berlaku dan kadang kala kurang pas," ujar Dody.
Faktanya kemudian penegak hukum menganggap dan memutuskan kesalahan ada di perusahaan asuransi. Dan kemudian salah satu kasus hukum adalah amar keputusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Pontianak ini.
Hukum Positif
Terkait dengan kondisi tersebut di atas, Dody menilai sudah waktunya hukum di Indonesia untuk memasukkan insurance common practices (termasuk prinsip-prinsip asuransi) ke dalam hukum positif.
"Bisa dengan merevisi UU 40/2014 tentang Perasuransian, atau membuat UU tersendiri yang khusus untuk Industri jasa keuangan termasuk asuransi," kata dia.
Pembahasan di DPR pun juga akan mulai memperbaiki KUHD maupun KUHP/Per yang merupakan peninggalan zaman Belanda.
Dody menyebutkan AAUI sempat membahas tentang hal ini, dan juga mendiskusikan dengan OJK.
"Sepanjang akan membuat Industri asuransi bisa memiliki landasan legal yang pasti maka harus ada dukungan," ujarnya optimis.
Disebutkan, AAUI punya tugas untuk melakukan literasi asuransi kepada semua pihak, termasuk penegak hukum. Selama ini hal itu sudah berjalan baik
Kerja sama juga dilakukan dengan pihak kepolisian, dimana AAUI memberikan sharing update Industri dan praktik bisnis asuransi kepada para penyidik di kepolisian. "Berikutnya mungkin AAUI akan menjalin kerja sama juga kepada lembaga kehakiman," imbuhnya.
"Kami juga berharap agar materi tentang Perasuransian Dan Lembaga Keuangan lain juga menjadi kurikulum dalam pendidikan para penegak hukum," pungkasnya.