Jakarta (ANTARA) - Komisi XI DPR RI menyetujui efisiensi belanja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp1,38 triliun, dari pagu semula Rp6,15 triliun menjadi Rp4,77 triliun.
"Tujuan efisiensi anggaran BPK Tahun Anggaran 2025 adalah untuk memperbaiki tata kelola dan tata kerja sumber daya (tenaga, biaya, dan waktu), sehingga menghindari pengeluaran yang tidak diperlukan dan mengoptimalkan hasil kerja," kata Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) BPK di Jakarta, Jumat.
Secara rinci, belanja pegawai dalam anggaran BPK tidak terjadi efisiensi atau tetap dari pagu semula yang sebesar Rp3,3 triliun.
Efisiensi paling banyak terjadi untuk belanja barang sebesar Rp1,39 triliun dari pagu semula Rp2,69 triliun menjadi Rp1,36 triliun. Sementara itu, efisiensi belanja modal ditetapkan sebesar Rp56 miliar dari pagu semula Rp140 miliar menjadi Rp84 miliar.
Pada belanja barang, porsi belanja pemeriksaan mendapat porsi efisiensi yang paling besar dibandingkan belanja barang operasional dan belanja non-pemeriksaan. Belanja pemeriksaan diefisienkan sebesar Rp642 miliar dari pagu semula Rp1,3 triliun menjadi Rp657,99 miliar.
Adapun efisiensi belanja barang operasional sebesar Rp318 miliar dari pagu semula Rp670,6 miliar menjadi Rp352,6 miliar. Sedangkan, efisiensi belanja nonpemeriksaan sebesar Rp367,9 miliar dari pagu semula Rp718 miliar menjadi Rp350 miliar.
Dalam melakukan efisiensi anggaran, BPK disebut telah mempertimbangkan dan memastikan bahwa efisiensi anggaran dilaksanakan dengan strategi dan mitigasi program tertentu.
Sehingga, hal ini tidak akan mengurangi kualitas pelayanan umum serta tetap dapat menjalankan target dan fungsi mandatory kelembagaan sesuai amanat peraturan perundang-undangan.
Anggota Komisi XI DPR RI Fathi mengatakan bahwa secara umum efisiensi anggaran merupakan hal yang baik, namun jangan sampai efisiensi yang dilakukan mengurangi kualitas kegiatan pemeriksaan yang dilakukan BPK.
Ia menggarisbawahi belanja pemeriksaan yang memiliki porsi efisiensi paling besar di antara belanja lainnya. Fathi berharap, komponen-komponen yang dikurangi bukanlah komponen esensial yang dapat mengganggu kinerja ataupun kualitas dan output pemeriksaan.
"Jangan sampai juga karena kurangnya ketersediaan dari sarana kerja sehingga belanja pegawai yang Rp3,3 triliun itu akhirnya menjadi tidak efektif. Mudah-mudahan Bapak (Sekjen BPK) beserta jajaran diberikan kelancaran. Kami mendukung. Dan sekali lagi mohon agar dipastikan output ataupun kualitas pemeriksaan dari BPK tidak berkurang karena efisiensi ini," kata Fathi.