Jakarta (ANTARA) - Koperasi Merah Putih merupakan inisiatif besar Presiden Prabowo Subianto untuk mendirikan koperasi di 70.000 hingga 80.000 desa di Indonesia dengan dukungan dana senilai Rp350 triliun.
Program ini lahir dari kebutuhan mendesak untuk memperkuat ekonomi lokal di tengah tantangan global yang kian kompleks. Hambatan perdagangan internasional serta ketegangan geopolitik yang sulit diprediksi turut memperburuk stabilitas ekonomi.
Koperasi Merah Putih hadir untuk menjawab tantangan ini dengan membangun sistem ekonomi desa yang tangguh berbasis sumber daya lokal seperti pertanian, perikanan, dan kerajinan tangan, yang selama ini menjadi tulang punggung kehidupan masyarakat pedesaan.
Di tengah visi besar ini, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) memainkan peran strategis yang jauh lebih luas daripada sekadar pendamping administratif. BUMDes dapat berperan menjadi mitra utama Koperasi Merah Putih, bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan, pemasaran, pendidikan anggota, dan inovasi pendanaan.
Dengan pendekatan ini, BUMDes tidak hanya mendukung operasional koperasi, tetapi juga memastikan bahwa setiap elemen dalam ekosistem ekonomi desa berjalan selaras untuk menciptakan kemandirian dan kesejahteraan yang berkelanjutan.
Bukti nyata dari pemberitaan dan laporan resmi menunjukkan bahwa BUMDes memiliki kapasitas untuk mengubah potensi desa menjadi sumber daya ekonomi yang signifikan, seperti terlihat di berbagai wilayah Indonesia.
Salah satu peran kunci BUMDes adalah sebagai pengelola keuangan yang efisien dalam Koperasi Merah Putih. Mereka dapat menyediakan modal awal melalui akad investasi skema bagi hasil, memastikan dana digunakan secara produktif untuk mendukung usaha lokal.
*)
Laporan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) pada 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 50.000 BUMDes aktif di Indonesia telah berhasil meningkatkan pendapatan desa dan menciptakan lapangan kerja melalui pengelolaan usaha produktif seperti pertanian dan UMKM.
Di Desa Ponggok, Klaten, misalnya, BUMDes Tirta Mandiri menghasilkan pendapatan tahunan lebih dari Rp15 miliar melalui usaha wisata dan perikanan.
Dalam konteks Koperasi Merah Putih, BUMDes dapat mengelola dana koperasi dengan cermat, misalnya untuk membiayai pembelian alat pengolahan padi atau pengembangan produk kerajinan, memastikan stabilitas finansial dan keuntungan yang berkelanjutan.
Bahkan untuk BUMDes sukses seperti di Ponggok, keberadaan Koperasi Merah Putih tetap relevan. Status hukumnya jelas yaitu UU No 25/1992 tentang perkoperasian dan tidak bergantung pada pemerintah desa seperti halnya BUMDes (Permendesa No 4/2015).
Dengan menghindari intervensi kepala desa yang bisa pro-kepentingan golongan tertentu, keberadaan koperasi yang independen di desa menjadi tetap relevan dan diperlukan untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat desa.
Ditambah dengan regulasi tentang koperasi multipihak yang dapat membuka kolaborasi lebih luas, akan memberi kemandirian bagi desa dan akses pasar-modal nasional lebih besar sehingga daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi lebih optimal.
Peran besar lain yang dapat dilakukan BUMDes adalah menjadi fasilitator pemasaran yang memperluas jangkauan produk desa. Mereka tidak hanya menjual hasil produksi di tingkat lokal, tetapi juga membangun jaringan distribusi ke pasar yang lebih luas, seperti kota-kota tetangga atau platform daring.
Fakta bahwa BUMDes turut serta mengambil peran sebagai pemasok bahan pangan lokal untuk program Makan Bergizi Gratis menunjukkan kemampuan mereka dalam mendistribusikan produk desa ke skala yang lebih besar.
Dalam Koperasi Merah Putih, BUMDes bisa memasarkan kain tenun atau olahan pangan lokal seperti susu menjadi keju ke luar desa, meningkatkan pendapatan anggota koperasi dan memperkuat daya saing produk desa terhadap barang impor. Dengan strategi ini, BUMDes memastikan bahwa ekonomi lokal tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang di tengah tekanan global.
BUMDes juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Mereka menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas anggota koperasi, seperti teknik pertanian modern, pengolahan hasil panen, atau keterampilan pemasaran digital.
Di Desa Ponggok, pelatihan yang diberikan oleh BUMDes telah membantu warga mengelola usaha wisata dan perikanan secara profesional, menghasilkan dampak ekonomi yang nyata.
Dalam kemitraan bersama Koperasi Merah Putih, BUMDes dapat menggandeng akademisi untuk mengajarkan petani cara meningkatkan hasil panen atau UMKM untuk membuat kemasan produk yang menarik serta mengelola keuangan usaha dengan benar, sehingga koperasi memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan mandiri.
Inovasi pendanaan menjadi salah satu peran penting lainnya dari BUMDes. Dalam Koperasi Merah Putih, mereka bisa memfasilitasi penggunaan Securities Crowdfunding (SCF) Syariah, yang memungkinkan masyarakat luas berinvestasi pada proyek koperasi seperti pengolahan ikan atau pengembangan kerajinan.
BUMDes menyusun proposal investasi, mengelola dana yang terkumpul, dan memastikan proyek berjalan sesuai rencana. Investor mendapatkan imbal hasil dari keuntungan, sementara koperasi memperoleh modal tambahan tanpa beban bunga. Bukti bahwa BUMDes sukses menjadi pemasok program nasional, menunjukkan kemampuan mereka dalam mengelola proyek skala besar, yang relevan dengan pendekatan SCF Syariah ini.
Lebih jauh lagi, BUMDes memiliki fleksibilitas untuk menanamkan saham pada proyek-proyek baru koperasi jika telah mengumpulkan aset dari kemitraan sebelumnya. Keuntungan dari investasi ini dapat menjadi Sisa Hasil Usaha (SHU) bagi koperasi, yang dibagikan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan membantu graduasi kelompok miskin menjadi mandiri.
Sementara itu, bagi BUMDes, keuntungan ini bisa digunakan pemerintah desa untuk membangun infrastruktur seperti jalan, irigasi, atau fasilitas pendidikan, sebagaimana terlihat pada model Desa Ponggok yang mengelola aset Rp43 miliar untuk kepentingan komunal.
Dalam skema bagi hasil, BUMDes mendapatkan porsi sesuai kontribusi nyata, misalnya, jika mereka meningkatkan penjualan melalui pemasaran, bagian keuntungan mereka akan lebih besar, mencerminkan keadilan berbasis peran.
Dampak nyata dari peran BUMDes ini terlihat jelas dalam laporan Kemendes PDTT dan contoh seperti Ponggok, sekira 76 persen warga berinvestasi di BUMDes Tirta Mandiri Ponggok dan BUMDes berhasil meningkatkan pendapatan warga antara Rp350ribu-Rp750 ribu per bulan dari hasil usaha yang dibagikan sebagian keuntungannya.
Dalam Koperasi Merah Putih, pendekatan ini dapat memperkuat ekonomi lokal, mengurangi impor, dan mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen. Dengan mengelola keuangan, memasarkan produk, memberdayakan masyarakat, dan menggalang dana inovatif, BUMDes memastikan bahwa koperasi menjadi mesin produktif yang mengubah desa menjadi pusat ekonomi mandiri.
Kini, saatnya pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha bersinergi untuk mewujudkan visi ini, menjadikan Koperasi Merah Putih sebagai fondasi ekonomi yang kokoh dari desa hingga ke seluruh pelosok tanah air.
Bisnis
Baratadewa Sakti P adalah Praktisi Keuangan Keluarga & Pendamping Keuangan UMKM