Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas mengemukakan hakim yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi karena masalah integritas dan mentalitas, bukan karena celah dalam sistem peradilan.
"Sistem governance kita sudah cukup baik untuk menutup celah adanya praktik suap, tetapi sesempurnanya sistem, tetap ada celah yang bisa diakali oleh pejabat yang berintegritas rendah. Jadi, ini soal integritas dan mentalitas," kata Hasbiallah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Hasbiallah mengatakan faktor lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mendorong prilaku koruptif oknum hakim.
"Dan jangan lupa, lingkungan juga memberi insentif terjadinya suap. Bisa saja hakim yang bersangkutan tidak ada niat atau keinginan bermain perkara, namun ada pihak lain yang berperkara dan pengacaranya yang merayu dan menyuapnya untuk memenangkan perkaranya," ujarnya.
Baca juga: KPK panggil saksi kasus pengadaan material pembangunan kapal TNI Angkatan Laut
Hasbiallah mengatakan gaji tinggi tidak menjamin integritas seorang aparatur sipil negara atau pejabat penyelenggara negara.
"Kalau mau jujur, gaji yang tinggi tidak menjamin tidak terjadinya suap. Di sisi lain, banyak abdi negara yang bergaji rendah berani menolak suap. Jadi ini bukan soal nominal gaji, tapi soal mentalitas dan lingkungan," tuturnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim sebagai tersangka kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Tiga hakim tersebut adalah DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom).
“Berdasarkan alat bukti yang cukup, sudah diperiksa tujuh orang saksi, maka pada Minggu (13/4) malam, penyidik menetapkan tiga orang tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin dini hari.
Baca juga: KPK memeriksa dua saksi terkait kasus Bank BJB
Ia mengatakan ketiganya merupakan majelis hakim yang menjatuhkan putusan lepas tersebut. Dari hasil pemeriksaan, penyidik mendapatkan fakta bahwa ketiganya menerima uang suap senilai miliaran melalui tersangka MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Wakil Ketua PN Jakarta Pusat pada saat itu.
Adapun uang suap tersebut, kata dia, berasal dari tersangka AR (Ariyanto) yang merupakan advokat tersangka korporasi dalam kasus ini.
Dengan ditetapkannya tiga tersangka baru, maka total tersangka dalam kasus dugaan suap ini sebanyak tujuh orang.
Baca juga: KPK memanggil saksi lain kasus Bank BJB guna usut peran Ridwan Kamil
Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS selaku advokat, AR selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun putusan ontslag tersebut dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat pada Selasa (19/4) oleh Hakim Ketua Djuyamto (DJU) bersama dengan hakim anggota Ali Muhtarom (AM) dan Agam Syarief Baharudin (ASB).
Pada putusan ini, para terdakwa korporasi yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan primer maupun subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Kendati demikian, majelis hakim menyatakan perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle rechtsvervolging) sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan JPU.
Majelis hakim juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabat para terdakwa seperti semula.
Baca juga: KPK sita barang bukti elektronik dan motor di rumah Ridwan Kamil