Menilik Potensi Ekosistem Baterai Listrik Sebagai Tonggak Ekonomi Negara yang Berkelanjutan

Menilik Potensi Ekosistem Baterai Listrik Sebagai  Tonggak Ekonomi Negara yang Berkelanjutan

Logo MIND ID (ANTARA/HO)

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia mulai mengambil peran dalam melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dunia yang semakin meningkat, salah satunya dengan mengeluarkan UU No. 16 Tahun 2016 di mana hal ini menguatkan komitmennya dalam mengurangi GRK. Komitmen ini diperluas implementasinya hingga ke sektor transportasi, pemerintah mulai mendorong masyarakat mengonversi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik. Bahkan beberapa insentif salah satunya yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan No. 38 Tahun 2023 ditujukan pada kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) roda empat dan bus dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) lebih besar atau sama dengan 40%. Ini akan diberikan PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 10 persen sehingga PPN yang harus dibayar tinggal satu persen, kemudian untuk TKDN sama dengan atau di atas 20% serta di bawah 40%, ini akan diberikan PPN DTP sebesar 5%, sehingga PPN yang harus dibayar sebesar 6%. Selain itu masih banyak ada insentif lainnya yang diberikan pemerintah baik kepada pelaku bisnis, konsumen, bahkan kepada peneliti agar mampu mengembangkan dan mengadopsi kendaraan listrik.
Namun yang menjadi pertanyaan mendasarnya adalah apakah upaya-upaya ini, yang bertujuan memfasilitasi transisi masyarakat ke kendaraan listrik berbasis baterai serta mengurangi emisi gas rumah kaca, dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertambahan nilai negara dalam jangka panjang?

Pada topik mengenai ekosistem EV baterai listrik, kami menghadirkan dua narasumber dari kalangan akademisi untuk mendiskusikan secara mendalam bagaimana dampak ekosistem EV baterai listrik terhadap ekonomi negara. Kami mewawancari kedua narasumber ini di Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, di waktu yang berbeda.

Dosen Teknik Elektro Fakultas Teknik (FT) Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Ing Ir Faizal Arya Samman S.T., M.T., IPU AseanEng ACPE diawal diskusi menuturkan, ekspor bahan mentah di Indonesia menjadi permasalahan yang telah berlangsung sejak lama. Devisa yang dihasilkan oleh ekspor bahan mentah sangat kecil sedangkan bahan mentah yang telah diolah negara luar ketika di impor ke Indonesia harga produk tersebut sangat mahal. Hal ini menjadi siklus ekonomi yang merugikan Indonesia. Untuk itu, pemerintah Indonesia mulai mengeluarkan kebijakan yang mengamanatkan kewajiban hilirisasi dan tidak lagi melakukan ekspor bahan mentah.

Faizal mengatakan bahwa kebijakan hilirisasi memiliki tujuan utama sebagai penguatan sumber daya alam, peningkatan nilai tambah, serta membuka peluang lapangan pekerjaan baru, hingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk hilirisasi yang dilakukan oleh Indonesia yaitu pembangunan smelter pada pengolahan bijih nikel. Smelter bijih nikel digunakan sebagai peleburan serta pemurnian bijih nikel. Pemerintah melakukan upaya hilirisasi terintergrasi dengan melakukan pembangunan pabrik sel baterai listrik di Karawang, Jawa Barat. Pembangunan ekosistem industri EV baterai dari hulu (pertambangan), hingga hilir (pemurnian dan pembuatan sel baterai listrik) dapat menjadi tonggak ekonomi negara dalam jangka panjang bagi Indonesia.

Pabrik smelter di Indonesia juga cukup signifikan pembangunannya, di Sulawesi Selatan saja sudah ada beberapa smelter misalnya di Luwu dan Bantaeng. Kemudian untuk pengolahan lanjutannya menjadi sel baterai juga sedang dibangun, ekosistem ini telah benar-benar dibangun oleh Indonesia, ucap Faizal.

Pada wawancara di kesempatan lain, Dosen Teknik Pertambangan Dr. Eng. Rini Novrianti Sutardjo Tui, ST., MT., MBA mengatakan pembangunan sel baterai kendaraan listrik yang merupakan hasil investasi LG dan Hyundai terbilang sangat besar mencapai US$ 9,8 miliar atau setara dengan Rp 160 triliun. Pabrik sel baterai listrik berada di bawah operasi PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power. PT HLI Green Power merupakan perusahaan joint venture Hyundai Motor Company, LG Energy Solution, dan PT Indonesia Battery Corporation (IBC).

Pada fase pembangunan pertama telah menelan biaya sebanyak US$ 1,2-1,5 miliar yang akan dilanjutkan lagi pada fase kedua dengan nilai investasi sebesar US$ 2 miliar. Pembangunan pabrik sel baterai listrik di Karawang, Jawa Barat menjadi saksi nyata bahwa investor melihat Indonesia memiliki potensi yang besar dalam produksi sel baterai listrik, hal tersebut didukung sumberdaya nikel yang melimpah, diiringi dengan permintaan baterai listrik yang mengalami peningkatan. Pertumbuhan penjualan kendaraan listrik mendorong permintaan baterai, pemintaan baterai kendaraan listrik mencapai 750 GWh pada tahun 2023, naik 40% dibandingkan tahun 2022. Selain itu juga, kebijakan pemerintah yang sangat mendukung hilirisasi serta akselerasi penggunaan kendaraan listrik, ditambah surplus tenaga kerja yang produktif di Indonesia menjadikan faktor-faktor tersebut sebuah nilai yang menjanjikan bagi investor membangun pabrik sel baterai listrik di Indonesia.

Pembangunan pabrik sel baterai listrik ini juga berdampak positif kepada terhadap penyerapan tenaga kerja. Melansir dari Tempo.co, Jokowi mengatakan pabrik baterai listrik ini mampu menyerap 20 ribu tenaga kerja. Hal ini sangat baik terhadap perekonomian negara karena dapat mengurangi angka pengangguran. Ekosistem sel baterai yang dibangun terintegrasi ini tersebar di berbagai daerah. Proses pertambangan dan peleburannya berlokasi di Halmahera, kemudian proses pemurnian dan prekursornya berada di kawasan industri batang, dan pabrik baterai berada di kawasan Karawang serta mobil listriknya di Cikarang.

Tetapi dengan berbagai dampak postif dari pembangunan sel baterai listrik ini, nyatanya masih menyimpan beberapa persoalan mendalam yang perlu dicermati. Rini menyinggung soal komponen bahan baku lain yang ada di sel baterai listrik. Sel baterai terdiri dari beberapa komponen seperti grafit, mangan, kobalt, litium, dan aluminium. Pemerintah perlu melihat komoditas pendukung nikel, apakah kita bisa memasok sumberdaya tersebut, dan jika tidak bagaimana pasokan tersebut terpenuhi, juga perhitungan ekonominya jika melakukan pengimporan. Hal seperti ini menjadi perhatian pemerintah, sehingga proses perjalanan masih sangat panjang untuk menjadikan ekosistem sebagai tonggak ekonomi negara yang berkelanjutan.

Rini menuturkan faktor lain seperti sumber daya manusia, infrastruktur, serta kebijakan politik perlu kita menilik lebih jauh soal dukungan ekosistem baterai kendaraan listrik. Mengenai sumber daya manusia (Indonesia) tidak perlu diragukan, orang Indonesia itu ulet dan mudah untuk diajari hal baru, jadi terkait sumber daya manusia ini hanya perlu manajerial yang baik serta terstruktur agar bisa mengembangkan kompetensi yang sedang dibutuhkan industri sel baterai listrik. Contohnya kemampuan perbaikan kendaraan listrik oleh para mekanik yang sebelumnya lebih familiar terhadap kendaraan konvensional.

Kemudian masalah infrastruktur, kondisi geografis Indonesia sangat berbeda jauh dengan negara percontohan kendaraan listrik, misalnya jika hujan kemungkinan akan terjadi banjir, daerah di Indonesia juga memiliki iklim yang berbeda, ada yang daerah dingin karena terletak di pegunungan juga ada daerah hangat karena terletak di pantai, juga yang tidak kalah penting masih adanya daerah yang sama sekali belum memiliki listrik untuk rumah tangga. Beberapa problematika ini perlu menjadi perhatian pemerintah jika ingin mengakselerasikan kendaraaan listrik di Indonesia dengan berbagai kondisi tersebut.

Orang akan berpikir juga jika ingin membeli kendaraan listrik ini, masyarakat mungkin akan bertanya, apakah mobil listrik ini jika terkena banjir akan aman?, jika dibawa ke kota yang iklimnya dingin kemudian ke kota yang iklimnya hangat, apakah mesinnya kuat?, kalau mobil konvensional mungkin sudah kita lihat ketahanannya, tetapi untuk mobil listrik, kita perlu tahu bagaimana ketahanan dan adaptibilitasnya, tegas Rini.

Pada diskusi bersama Faisal juga menyoroti persoalan baterai listrik, sebagai penyimpan sumber energi bagi kendaraan listrik, baterai memiliki beban kerja yang besar yang berpengaruh kepada kualitas dari baterai tersebut, sehingga baterai mengalami degradasi baterai, ini menjadikan baterai memiliki kemampuan penyimpanan daya dan penyaluran daya tidak seefisien saat di awal, ditambah fasilitas pengisian daya kendaraan listrik masih sangat sedikit, lebih mendominasi di perkotaan dan belum masuk ke daerah terpencil, ini mempengaruhi pertimbangan masyarakat dalam pembelian kendaraan listrik sendiri.

Rini juga mengatakan menyinggung lebih mendalam soal insentif yang diberikan pemerintah yang dimana hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya tarik masyarakat agar beralih ke kendaraan listik. Menurutnya insentif lebih efisien jika disalurkan ke kendaraan umum saja, karena jika insentifnya diberikan ke kendaraan pribadi, kemacetan semakin tidak terbendungkan. Problematika di kota besar adalah kemacetan, jika masyarakat disuruh berbondong-bondong untuk membeli kendaraan listrik, permasalahan kemacetan akan semakin parah. Tetapi jika insentif ditujukan ke kendaraan umum sehingga jumlah kendaraan umum akan semakin meningkat, terlebih jika kualitasnya diperbaiki, masyarakat tentu akan memilih menggunakan kendaraan umum sebagai perjalanan aktivitasnya. Maka di satu sisi emisi gas dapat berkurang secara signifikan, di sisi lain dapat mengurangi kemacetan.

Diakhir diskusi bersama Faizal, ia mengatakan kendaraan baterai listrik ini belum bisa dikatakan 100 persen bebas dari emisi, jika kita melihat proses kendaraan listrik ini lebih jauh, di smelter nikel kebutuhan akan sumber energi listrik sangat besar, dan sampai saat ini pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar fosil (batubara), sehingga tak dipungkiri batubara masih digunakan dalam proses produksi nikel. Pada proses daya isi pada baterai kendaraan listrik juga masih menggunakan sumber daya listrik yang berasal dari batubara. Berdasarkan data dari tesis Azizah Salsabila, Universitas Indonesia, emisi yang dihasilkan dari produksi nikel menggunakan batubara sebesar 817,01583 kg CO2 eq dan penipisan ozon sebesar 2,00440E-5 kg CFC-11 eq. Tetapi dibalik semua persoalan ini, Faizal menuturkan komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi gas telah menjadi upaya yang baik, hal tersebut menjadi starting point yang bagus demi keberlangsungan bumi kita.

Agar ekosistem kendaraan listrik dapat dikatakan bebas emisi, pemerintah, peneliti, para pemangku kepentingan, perlu membangun sinergitas dalam berinovasi membangun sumber tenaga listrik yang benar-benar ramah lingkungan, peran pemerintah dan pemangku kepentingan sangat dibutuhkan sebagai supporting baik dari segi finansial, regulasi yang mendukung, serta penyediaan infrastruktur yang memadai dalam menunjang penelitian.

Pernyataan ini serupa yang dikatakan Rini, ia optimis terhadap upaya yang dilakukan pemerintah dalam hilirisasi hingga sampai ke tahap pembuatan produk yang bernilai tinggi seperti baterai listrik dan kendaraannya. Inovasi dan pengembangan dengan melakukan penelitian sangat diperlukan demi mencapai suatu produk yang lebih berkualitas, hal tersebut juga agar produk yang dihasilkan dapat menyaingi produk-produk luar yang telah lebih dulu menjadi pemain dalam ekosistem baterai kendaraan listrik.

Dewasa ini mungkin kita masih menjadi pemain yang bukan terkemuka, tetapi dengan pengembangan inovasi yang dilakukan hal tersebut bisa saja menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam ekosistem baterai kendaraan listrik. Melihat sumber daya, permintaan baterai dunia, kebijakan pemerintah, dan lain-lain sudah sangat mendukung, tinggal bagaimana kita melangkah dengan strategi yang tepat agar kemajuan yang dihasilkanpun dapat signifikan. Ekosistem baterai kendaraan listrik bukan hal yang mustahil untuk menjadi salah satu tonggak ekonomi negara yang berkelanjutan.
________________________________________
Karya tulis ini dibuat dalam rangka lomba MediaMIND 2024 dengan kategori Reportease Mahasiswa yang digagas oleh MIND ID.

Penulis : Salsabila Rizqie Amalia (Teknik Pertambangan TEKNIK), Otto Aditia (Ilmu Politik FISIP)

Perguruan Tinggi : Magister Manajemen - Fakultas Ekonomi - Universitas Negeri Jakarta

Narasumber : Prof Dr Ing Ir Faizal Arya Samman S.T., M.T., IPU AseanEng ACPE - Dosen Teknik Elektro Fakultas Teknik (FT) Universitas Hasanuddin
Pewarta : PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2025