Jakarta (ANTARA Kalbar) - Semua pemangku kepentingan, khususnya pekerja dan perusahaan, harus berdialog untuk memperkecil perbedaan dalam menentukan besaran iuran Jaminan Kesehatan.
Direktur Pelayanan PT Jamsostek Djoko Sungkono di Jakarta, Sabtu, mengatakan jika forum dialog tidak dibuka maka semua pihak akan muncul dengan persepsi sendiri yang ide dan aspirasinya saling bertentangan dan merugikan semua pihak.
Djoko menilai kondisi yang sama mungkin saja terjadi pada penentuan iuran program jaminan sosial lain seperti Jaminan Kecelakaan, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun. Namun, perbedaan pandangan tersebut tidak perlu terjadi jika diawali dengan dialog terbuka untuk menyamakan persepsi sehingga setiap perbedaan bisa dijembatani.
Sebelumnya kalangan buruh menolak untuk membayar iuran Jaminan Kesehatan dengan komposisi yang berbeda dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek.
Pada 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan akan mulai beroperasi dengan melayani Jaminan Kesehatan untuk semua penduduk Indonesia. Khusus pekerja maka pembayaran iuran dilakukan secara mandiri, sedangkan masyarakat miskin dan tak mampu dibayar oleh pemerintah.
Permasalahannya, muncul wacana bahwa pekerja dan pengusaha harus berbagi tanggung jawab untuk jaminan kesehatan, dalam pengertian pekerja juga diminta turut membayar iuran.
Sementara, jika mengacu pada PP No.53/2012 tentang perubahan kedelapan atas PP No.14/1993 tentang Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dikatakan bahwa iuran JPK dibayar oleh perusahaan.
Perhitungannya sebagai berikut tiga persen dari upah tenaga kerja (maksimal Rp3.080.000 ) untuk tenaga kerja lajang, enam persen dari upah tenaga kerja (maks Rp3.080.000 ) untuk tenaga kerja berkeluarga, dengan dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp3.080.000.
Besaran iuran juga masih menjadi perdebatan. Pekerja ingin besaran iuran rata-rata Rp19.000 seperti besaran iuran ke program jamsostek, sementara Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan Rp27.000, iuran jamkesmas untuk masyarakat miskin yang ada saat ini Rp9000, sementara besaran iuran pegawai negeri sipil dua persen dari upah terakhir.
Kalangan pekerja juga ingin cakupan layanan sama dengan cakupan layanan jamsostek.
Djoko yang juga anggota DJSN mengatakan angka dari DJSN itu baru usulan, belum final.
"Angka-angka yang muncul baru dalam bentuk usulan, karena itu perlu forum dialog untuk menyamakan persepsi dan basis argumen yang sama," demikian Djoko.
(E007)