Pontianak (Antara Kalbar) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia se-Kalimantan menilai masalah lingkungan masih dianggap sebagai isu "kelas dua" dan bukan suatu persoalan utama yang sesungguhnya dihadapi masyarakat.
"Kondisi ini terjadi sejak era reformasi tahun 1998, ketika organisasi sipil bersama rakyat menuju cita-cita perubahan sosial," kata Kepala Departemen Keorganisasian Eksekutif Nasional Walhi Ahmad dalam keterangan tertulis yang diterima di Pontianak, Rabu.
Walhi se-Kalimantan sebelumnya melakukan konsolidasi nasional guna menyongsong pemerintahan baru yang berlangsung di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (27/5).
Ia melanjutkan, Walhi menyadari bahwa tahun 2014 adalah tahun politik dan setelah pemilihan legislatif dilanjutkan dengan pemilihan presiden.
Menurut dia, salah satu upaya dari Walhi seperti mengusulkan TAP MPR No.IX tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang tidak juga ditetapkan pemerintah sehingga kerusakan ekologi secara bergelombang terus melaju tinggi.
Pada tahun 2008, Walhi secara nasional meluncurkan kampanye Restorasi Ekologi, yang pada pertengahan 2010 disambut dengan kampanye nasional Pulihkan Indonesia, Utamakan Keselamatan Rakyat.
Kondisi itu tidak terlepas dari satu kenyataan bahwa laju kerusakan ekologi tidak hanya pada tingkat sederhana, tapi sudah masuk pada fase darurat.
Walhi mencatat selama 2011 - 2013, persentase kerusakan lingkungan melonjak 300 persen sehingga pada awal menegaskan untuk Bersihkan Pemerintah dan Parlemen Perusak Lingkungan.
Walhi juga mengingatkan dan mendesak pemerintah untuk segera melakukan serangkaian tindakan sistematis demi penyelamatan lingkungan hidup.
"Pemerintah haruslah menjadi garda terdepan untuk membela kepentingan rakyat luas, memastikan keselamatan rakyat dan keadilan ekologis. Walhi sebagai organisasi masyarakat sipil turut serta dalam aksi-aksi penyelamatan lingkungan secara masif tersebut," kata dia.
Saat ini, lanjut dia, di Indonesia, perkebunan skala besar, pertambangan, produksi migas dan energi telah menggeser kehidupan rakyat ke dalam titik yang menakutkan karena "kongsi jahat" antara pemerintah dan pemegang modal.
Untuk itu, Walhi menegaskan pemerintahan baru ke depan harus segera melakukan satu pemeriksaan secara menyeluruh serta komprehensif terhadap kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat dan negara.
Sementara untuk menyelesaikan konflik agraria dan lingkungan secara khusus, dibutuhkan badan khusus agar penanganannya dapat dilakukan secara cepat dan menemukan jalan keluar yang baik.
"Momentum 2014 adalah satu awal bagi pemerintahan kedepan untuk mengeluarkan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan tentang iklim yang komprehensif, detail dan bertanggung jawab," kata dia.
(T011/T007)