Jakarta (Antara Kalbar) - Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) menyatakan, penetapan hutan adat penting untuk menjamin kepastian hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat atas wilayah/hutannya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan mereka.
"Tapi sampai sekarang pengakuan atas hutan adat belum ada. Lebih dari setahun Putusan MK 35/2012 telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ironisnya, hingga kini putusan tersebut belum terimplementasi," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan HuMa Indonesia Andiko di Jakarta, Jumat.
Padahal putusan itu merupakan bentuk koreksi atas proses negaraisasi hutan adat yang telah berlangsung puluhan tahun yang menyebabkan pelanggaran hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat atas wilayah/hutan adatnya, kata Andiko.
Selama satu tahun terakhir, Perkumpulan HuMa Indonesia beserta mitra-mitranya telah melakukan uji legal dan sosial penetapan hutan adat di 13 lokasi.
Penetapan hutan adat tergantung pada subyek pemegang haknya, yakni masyarakat hukum adat. Penetapannya dilakukan berdasar Peraturan Daerah dan/atau Surat Keputusan Kepala Daerah.
Lokasi-lokasi riset identifikasi wilayah/hutan adat dilaksanakan di Mukim Lango, Kabupaten Aceh Barat dan Mukim Beungga, Pidie di Provinsi Aceh.
Juga pada Marga Serampas di Kabupaten Merangin di Jambi, Marga Suku IX di Kabupaten Lebong di Bengkulu, Nagari Guguak Malalo, Kabupaten Tanah Datar dan Nagari Simpang, Kabupaten Pasaman di Sumatera Barat. serta Suku Taa Wana di Morowali di Sulawesi Tengah.
Selain itu masyarakat hukum adat yang didorong penetapan subyek dan wilayah adat termasuk hutannya adalah Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak Banten, Tapang Sambas Kabupaten Sekadau dan Ketemenggungan Siyai di Kalimantan Barat.
Masyarakat Kampong Muluy, Kabupaten Paser di Kalimantan Timur, Amatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba dan Masyarakat Adat Seko di Kabupaten Luwu Utara di Sulawesi Selatan, dan To Marena di Kabupaten Sigi.
Andiko menjelaskan, uji legal mengidentifikasi bahwa banyak masyarakat hukum adat telah diakui keberadaan hukumnya oleh Peraturan Daerah dan/atau Surat Keputusan Kepala Daerah.
Contohnya Perda Kabupaten Morowali No 13/2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Tau Taa Wana, SK Bupati Luwu Utara No 300/2004 tentang Keberadaan Masyarakat Adat Seko.
Di beberapa tempat di antaranya bahkan telah mengakui secara jelas mengenai keberadaan hutan adat, macam di Kabupaten Merangin dan Kabupaten Kerinci, di Jambi.
"Temuan-temuan tersebut dan Putusan MK 35/2012 menjadi sebuah 'oase' sekaligus sebagai pintu utama untuk memulihkan kembali hak masyarakat adat dan wilayah hutannya," kata dia.
Dalam rangka itu, implementasi penetapan hutan adat berdasarkan Putusan MK 35 tahun 2012 membutuhkan dialog antar institusi terkait, seperti Kementerian Kehutanan, Kementrian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, Badan Pertanahan Nasional, serta masyarakat adat sendiri.
Penetapan Hutan Adat Jamin Hak Masyarakat Adat
Sabtu, 27 September 2014 11:39 WIB