Yogyakarta (Antara Kalbar) - Jamu sebagai aset bangsa harus dilestarikan, dimanfaatkan, dan dikembangkan, kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Unggul Priyanto.
"Pemerintah sudah merespons untuk pengembangan jamu. Pada 2012-2014 telah dimunculkan wacana dan diskusi intensif tentang ikonisasi jamu," katanya pada Milad Ke-54 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, hal itu dilakukan dengan melakukan komunikasi pengembangan jamu dalam perspektif sosial ekonomi untuk mendorong pemahaman dan promosi jamu, yang diikuti upaya penguatan payung hukum berupa penyusunan naskah akademik RUU Jamu dan pembentukan Dewan Jamu Indonesia.
Selanjutnya dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional pada 3 Desember 2014 sebagai acuan bagi para praktisi pelayanan kesehatan tradisional.
Ia mengatakan berdasarkan hasil tumbuhan obat dan jamu yang dilakukan Badan Litbang Kementerian Kesehatan tahun 2012-2013 pada 246 etnis (sekitar 20 persen dari seluruh etnis yang ada) di 182 kabupaten di 26 provinsi di luar Pulau Jawa telah ditemukan 24.927 tumbuhan lokal berkhasiat obat dan 13.665 jenis ramuan tradisional.
"Hal itu merupakan suatu kekayaan budaya dan pengetahuan tradisional yang luar biasa," katanya.
Menurut dia, komitmen dan sinergi menjadi kata kunci penting untuk mengembangkan jamu. Pengembangan produk jamu dengan konsep tarikan pasar akan lebih tepat dan cepat untuk direalisasikan ke pasar daripada konsep "technology push".
Untuk itu, skema sinergi akademisi, pengusaha, dan pemerintah merupakan skema yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan produk dan industri jamu.
Sinergi itu, kata dia, harus dibangun dengan semangat keindonesiaan yang tinggi dalam rangka menggali, memanfaatkan, dan mengembangkan jamu berbasis inovasi teknologi.
"Mari kita jadikan jamu sebagai tuan rumah yang baik di negeri sendiri dan menjadi tamu agung di negeri orang," katanya.