"Persyaratan ini tertuang dalam surat edaran Wali Kota Singkawang, dan akan diberlakukan pada 1 Oktober 2016," kata Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Singkawang Muhammad Heru di Singkawang, Kamis.
Menurut dia, apabila pemohon tidak bisa melampirkan itu, maka status hubungan dalam keluarga yang notabene kepala keluarga tidak bisa menjadi suami istri melainkan "famili lain".
"Sehingga, apabila pemohon punya anak, nama ayahnya tidak bisa dimasukkan ke kolom ayah, tetapi di kolom famili lain," ujarnya.
Hal ini, kata Heru, adalah berdasarkan UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Ia menjelaskan, seharusnya persyaratan ini sudah lama dilakukan. Dikarenakan di Singkawang ini masih menggunakan kearifan lokal (orang tua zaman dahulu), sehingga sampai sekarang terlena.
"Jadi untuk sekarang, mulai tanggal 1 Oktober kita harus menerapkannya lagi," tuturnya.
Suka atau tidak suka, katanya, penerapan seperti ini harus dilakukan sesuai dengan UU. Meskipun pemohon sah perkawinannya berdasarkan UU No 1 tahun 1974, yaitu secara agama dan kepercayaannya. Tapi secara administrasi negara, pemohon juga wajib melaporkan kepada instansi pelaksana.
"Untuk pemohon Muslim di KUA, sedangkan yang Non Muslim di Kantor Catatan Sipil," katanya.