Jakarta (Antara Kalbar) - Laporan Kaspersky Lab dalam 12 bulan terakhir
menunjukkan 43 persen perusahaan mengalami kehilangan data akibat aksi
peretasan.
Untuk perusahaan skala besar, satu dari lima (20
persen) melaporkan empat bahkan lebih aksi peretasan data-data selama
periode tersebut.
"Permasalahan datang bukan hanya dari
kecanggihan serangan, namun perkembangan serangan pada permukaan yang
sebenarnya memerlukan perlindungan berlapis," kata Veniamin Levtsov,
Vice President, Enterprise Business di Kaspersky Lab, dalam keterangan
tertulisnya yang diterima ANTARA News, Jumat.
"Beberapa ancaman
seperti kecerobohan karyawan dan paparan data, karena aktivitas berbagi
yang tidak aman, bahkan lebih sulit untuk di mitigasi menggunakan
algoritma," sambung dia.
Survei global yang dilakukan Kaspersky
Lab pada 2016 tersebut berfokus untuk membandingkan persepsi mengenai
ancaman keamanan dengan realitas insiden keamanan siber yang sebenarnya
terjadi, untuk menyoroti poin-poin kerentanan potensial lainnya selain
dari yang biasanya, seperti malware dan spam.
Adapun
ancaman utama tersebut banyak bermunculan di sektor bisnis: 49 persen
perusahaan mengalami serangan yang ditargetkan dan 50 persen mengalami
insiden yang melibatkan ransomware (yang berakibat 20 persen diantaranya mengalami data-data mereka disandera).
Ancaman
serius lainnya, yang dipaparkan oleh survei, adalah kecerobohan
karyawan: vektor ini berkontribusi pada insiden keamanan di hampir
setengah (48 persen) dari perusahaan. Namun, ketika ditanya pada bagian
mana mereka rasa paling rentan, jawaban yang diberikan benar-benar
berbeda.
Tiga ancaman yang paling sulit untuk dikelola meliputi:
berbagi data secara tidak aman melalui perangkat mobile (54 persen);
kehilangan bentuk fisik hardware yang menyebabkan tereksposnya
informasi sensitif (53 persen); dan penggunaan sumber daya TI yang tidak
proporsional oleh karyawan (50 persen).
Hal ini diikuti
munculnya permasalahan lain seperti keamanan dari layanan cloud pihak
ketiga, ancaman IoT, dan masalah keamanan yang berkaitan dengan outsourcing infrastruktur teknologi informasi.
Laporan ancaman siber 2016 di 25 negara
Jumat, 30 Desember 2016 14:07 WIB