Jakarta (Antara Kalbar) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Darmin Nasution mengatakan, era keterbukaan informasi keuangan untuk
kepentingan perpajakan akan terjadi di seluruh dunia dan tidak ada
tempat bersembunyi untuk penghindaran pajak.
"Kita tekankan bahwa
keterbukaan informasi ini adalah 'level of playing field' sedunia.
Sehingga kalau anda tanyakan, kemana orang mau memindahkan rekeningnya?
Di negara lain juga sama aturannya," kata Darmin dalam jumpa pers
mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan di
Jakarta, Kamis (18/5).
Darmin mengatakan Indonesia berkomitmen
untuk ikut serta dalam implementasi pertukaran informasi keuangan secara
otomatis (AEOI), dan karenanya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang akses
informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Perppu ini akan
didukung oleh peraturan turunan, berupa Peraturan Menteri Keuangan
(PMK), yang akan memberikan penjelasan mengenai tata kelola maupun
protokol implementasi AEOI, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan data nasabah bagi kepentingan pribadi.
"Saya kira
ini penting, harus ada aturan main, bahwa siapapun aparat pajak, demi
semua data terkait perpajakan seseorang atau perusahaan, wajib
dirahasiakan. Sehingga kemungkinan penyalahgunaan, dikurangi atau
dihilangkan sama sekali," kata Darmin.
Ia menegaskan kerahasiaan
data perbankan untuk kepentingan perpajakan ini sangat penting, karena
tidak boleh disalahgunakan, apalagi hal itu telah ditegaskan dalam
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan dan oknum pembocor rahasia bisa
dituntut dengan hukuman pidana.
"Di UU KUP ada pasal yang
mengatur bahwa petugas pajak wajib merahasiakan. Kalau dilanggar,
pidananya ada," ujar mantan Direktur Jenderal Pajak ini.
Dalam
kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
Muliaman D Hadad memastikan pihaknya akan memberikan dukungan penuh atas
pelaksanaan keterbukaan informasi keuangan, dan siap melakukan
sosialisasi terhadap para nasabah.
"Melalui pemahaman yang baik,
tentu implementasi Perppu ini bisa berjalan baik. OJK tentu akan
mendorong sosialisasi dan menambah pemahaman dengan pelaku industri,"
katanya.
Ia menambahkan OJK akan terus berkoordinasi dengan
Direktorat Jenderal Pajak dalam masa transisi ini, termasuk menyiapkan
protokol agar tidak terjadi malpraktek maupun tindakan yang tidak
sesuai, yang bisa merugikan industri keuangan maupun nasabah.
"Komunikasi
terus berlangsung intens. Kita juga siapkan protokol untuk memberikan
penjelasan, tidak hanya kepada industri tapi juga nasabah, karena kita
juga ingin berperan dalam meningkatkan 'tax ratio'," ujar Muliaman.
Muliaman
mengatakan kesiapan operasional teknis terkait implementasi AEOI bisa
memberikan rasa aman kepada nasabah, sehingga tidak menimbulkan
kekhawatiran berlebihan serta ketidaknyamanan yang berdampak terhadap
stabilitas sistem keuangan.
Sementara itu, Gubernur Bank
Indonesia Agus Martowardojo menambahkan hingga saat ini belum terlihat
adanya dampak berlebihan dari terbitnya peraturan hukum ini dari
kalangan perbankan, karena likuiditas di sektor keuangan masih terjaga
dengan baik.
"Semua dalam keadaan terkendali dengan baik. Saya
merasa ini harus disukseskan, karena diantara negara berkembang, 'tax
ratio' Indonesia baru 11 persen, ini perlu diperbaiki. Kita tidak perlu
menarik dana dari bank, mau ditaruh dimana kalau diluar juga otomatis
menerapkan AEOI," kata Agus.
Ia memastikan Bank Indonesia akan
terus mengikuti perjalanan pelaksanaan AEOI, karena kebijakan ini
memberikan manfaat positif bagi reformasi fiskal terutama kinerja
penerimaan pajak, sehingga disiplin terhadap pengelolaan APBN tetap
terjalin dengan optimal.
Komunikasi Politik
Terkait
komunikasi politik dengan DPR dengan lahirnya Perppu ini, Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah akan melakukan
konsultasi dengan lembaga legislatif, karena penerbitan peraturan hukum
ini sangat penting untuk menjaga kepentingan nasional dari implementasi
AEOI.
"Saya yakin DPR menginginkan yang terbaik bagi negeri ini,
karena ini konsisten dengan UU Ketentuan Umum Perpajakan dan UU
Pengampunan Pajak serta konsisten untuk memperbaiki penerimaan pajak dan
kepentingan nasional terhadap perjanjian internasional, yang kalau kita
tidak ikut, malah merugikan kita," ujar Sri Mulyani.
Sebelumnya,
Indonesia berkomitmen untuk ikut serta dalam implementasi AEOI mulai
September 2018, dan karenanya harus membentuk peraturan
perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi
keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum 30 Juni 2017.
Untuk
itu, Perppu yang berlaku sejak 8 Mei 2017 ini menjadi penting karena
apabila peraturan hukum tidak terbit, Indonesia bisa dinyatakan sebagai
negara gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan
secara otomatis, yang akan mengakibatkan kerugian signifikan.
Beberapa
kerugian itu adalah menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai negara
G20, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya
stabilitas ekonomi nasional serta menjadikan Indonesia sebagai negara
tujuan penempatan dana ilegal.
Saat ini, dipastikan sebanyak 139
negara atau yuridiksi, diantaranya beberapa negara "surga pajak" (tax
haven), telah berkomitmen untuk melakukan pertukaran informasi keuangan
guna kepentingan perpajakan sebagai upaya menutup ruang penghindaran
pajak. (Ant).
Tidak Ada Tempat Sembunyi untuk Hindari Pajak
Jumat, 19 Mei 2017 10:55 WIB