Khatulistiwa Children Fun Art (KhaChiFA), sebagai sanggar lukis anak-anak, melatih dan membagikan pengetahuan mereka kepada anak-anak di perbatasan negara dan anak-anak tenaga kerja Indonesia di Malaysia melalui perjalanan atau "roadshow" yang digelar 28-30 September 2017.
Memasuki usia 11 tahun, sanggar yang melatih anak-anak dan remaja dari usia taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) ini, semakin menunjukkan kepedulian sosialnya. Bentuknya, dengan melakukan "roadshow" dan berbagi pengalaman kepada anak-anak di perbatasan Indonesia - Malaysia di Entikong, Kabupaten Sanggau dan anak-anak TKI di Sarawak, Malaysia Timur.
KhaChiFA, sesungguhnya merupakan sanggar yang cukup populer di komunitas seni lukis anak, bukan hanya untuk wilayah Kalimantan Barat tetapi juga Indonesia atau bahkan internasional. Karena banyaknya prestasi gemilang yang sering diraih anak-anak dari sanggar yang terbentuk pada 5 Juni 2006 itu.
Pada pertengahan pekan ini, sanggar yang diketuai Eva Dolorosa tersebut, melakukan pertunjukan keliling atau "roadshow" bertema "Pariwisata Budaya dan Kebhinnekaan".
Dalam perjalanan tersebut, anggota sanggar bersama pendamping terdiri atas ketua sanggar, guru, dan para orang tua mereka, mengajak anak-anak perbatasan di Entikong untuk berkarya dengan mewarnai, melukis baik di atas kanvas maupun media seperti sepatu dan keramik. Selain berkarya, juga memberikan pendidikan kesenian atau "art coaching" bagaimana teknik dasar mewarnai dan melukis.
Ketua KhaChiFA, Eva Dolorosa, mengatakan kegiatan kali ini merupakan kegiatan kedua atau lanjutan setelah tahun 2012, dengan mengunjungi anak-anak Entikong dan berpameran di Kuching.
"Ini kegiatan kedua, setelah lima tahun lalu yang masih jauh dari sempurna," katanya.
Ia mengatakan, "roadshow" digelar di antaranya memiliki tujuan untuk memberikan pengalaman berkesenian terutama dalam hal pameran seni rupa dan aneka produk berbasis lukisan bagi anak-anak di perbatasan Entikong, serta anak-anak TKI di Sarawak melalui karya seni rupa, lomba, pameran, dan kesempatan tampil dalam kegiatan seni lainnya, dan untuk meningkatkan rasa empati dan kemanusiaan anak-anak KhaChiFA.
Perjalanan dimulai pada Kamis (28/9) dengan menumpang dua bus antarnegara, 60 anggota rombongan itu berangkat menuju Entikong, sekitar 299 kilometer dari Pontianak.
Setiba disana menjelang siang, anggota sanggar disambut anak-anak dari tiga pendidikan anak usia dini (PAUD), yakni Dipet Abdurrahman dari Dusun Punti Kayan, Desa Nekan 2, PAUD Kinyo dari Dusun Nekan, Desa Nekan, dan PAUD Sinar Semanget dari Desa Semanget.
Selama beberapa jam di sana, mereka memberikan latihan kesenian atau "art coaching" mewarnai dan melukis. Mewarnai gambar-gambar yang telah disediakan, unjuk kemampuan anggota ChaChiFA dalam melukis di media berupa sepatu kanvas.
Tak lupa, KhaChiFA juga menyumbangkan satu karya seni lukis anggotanya, Devita Mayanda, kepada pengelola Pos Lintas Batas negara (PLBN) Entikong. Lukisan itu kini dipajang di PLBN Entikong.
Hiburan
Salah satu Pengelola PAUD di Entikong, Wahyu Widayati mengatakan mereka memuji kegiatan tersebut. Ia juga mengingat kegiatan pada lima tahun lalu dan selalu mengundang antusias anak-anak PAUD setempat. Karena anak-anak perbatasan tersebut, jarang mendapat hiburan dan pembinaan seperti itu.
"Hasil dari pembinaan itu, anak-anak dapat mewarnai, menggambar dan melukis dengan teknik yang baik dan benar," kata Wahyu Widayati yang juga ketua PAUD Kinyo, Desa Nekan.
Ia berharap kegiatan serupa dapat terus berlanjut dan hasil mewarnai dan melukis anak-anak perbatasan juga bisa dipamerkan.
"Selama ini, anak perbatasan jarang mendapatkan kegiatan yang mengesankan seperti yang diberikan sanggar KhaChiFa, sehingga ketika ada, mereka menyambut dengan suka cita," kata Kasi Kesra Kantor Camat Entikong itu.
Perjalanan kemudian berlanjut ke Kuching, Sarawak, yang berjarak sekitar 120 kilometer dari Entikong. Dan keesokan harinya, Jumat (29/9), puluhan anggota KhaChiFA bertemu anak-anak TKI yang berada di pusat pelatihan masyarakat atau Community Learning Centre (CLC) Ladong, di wilayah perkebunan sawit Tranddewins Plantation Berhard, Simunjan, Sarawak.
Konsulat Jenderal RI Sarawak di Kuching mengungkapkan ada sekitar 1.010 siswa TK-SD-SMP yang menjadi binaan KJRI Serawak di Kuching, Malaysia. Mereka belajar di 16 CLC yang tersebar di Sarawak, Malaysia.
Ketua sanggar, Eva mengatakan, kunjungan ke anak-anak TKI itu merupakan tindak lanjut dari hubungan baik yang telah dijalin pihaknya dengan KJRI sejak 2012 lalu.
Ia mengatakan, daerah perbatasan sebagai teras negara Indonesia, yang sudah seharusnya menjadi prioritas pembangunan baik fisik maupun non-fisik.
Hal ini telah dibuktikan oleh Presiden Joko Widodo dengan melakukan percepatan pembangunan fisik daerah perbatasan, salah satunya adalah Kalbar. Bahkan baru-baru ini Presiden juga memberikan bantuan pendidikan bagi anak-anak di Kabupaten Bengkayang, salah satu daerah perbatasan Indonesia-Malaysia.
"Lokasi geografis yang berdekatan dengan Sarawak, menimbulkan rasa empati kami timbul untuk membantu mereka," kata Eva yang sehari-hari merupakan dosen Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Pontianak itu.
Selain itu, pemberitaan-pemberitaan tentang anak-anak TKI, semakin memacu anak-anak didik di KhaChiFA untuk membantu saudara-saudaranya di Sarawak. Serta keinginan untuk berbagi ilmu dan pengalaman yang selama ini telah mereka peroleh dari sanggar KhaChiFA, kata dia lagi.
Sementara itu, menanggapi kunjungan sanggar ini, Subroto dari KJRI Kuching mengatakan banyak anak-anak TKI yang tersebar di Sarawak, namun tidak semuanya bisa merasakan apa yang dilaksanakan anak-anak CLC Ladong bersama KhaChiFA saat ini.
Ia mengatakan di Sarawak ada 16 CLC dengan jumlah murid 1.010 pelajar yang merupakan anak-anak Indonesia. Dalam waktu dekat akan dibuka lagi tiga CLC di Sibu.
Pemerintah RI menurut dia, terutama Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Rusdi Kirana, sangat memperhatikan anak-anak TKI, khususnya yang ada di Sarawak. Dubes menargetkan 50 CLC akan dibuka di Sarawak guna memberikan akses pendidikan bagi anak-anak TKI. Pemerintah Indonesia juga sudah mengirimkan 24 guru profesional ke wilayah kerja TKI, termasuk yang ada di Ladong, sebanyak dua orang. yakni kepala sekolah Taufan dan guru Alfaini.
"Bahkan kalau ada ladang-ladang yang di sana ada anak-anak TKI namun tidak diberikan pendidikan, padahal pendidikan itu hak asasi manusia, khususnya anak-anak, maka kita pun tidak akan memberikan akses pelayanan kepada ladang tersebut," katanya.
Acara di Ladong, dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dilanjutkan dengan Mars KhaChiFA dan tarian Jaranan Kuda oleh anak-anak CLC. Setelah acara seremoni berupa sambutan dari beberapa pihak, yang intinya sangat senang dan mendukung kegiatan itu, kegiatan dilanjutkan "art coaching" oleh guru sanggar, Agus Fitriyono.
Agus menjelaskan secara sederhana teknik menggambar dan mewarnai di media kertas, celengan, dan tas kain. Kemudian anak-anak mulai menggambar dan mewarnai dengan didampingi anak-anak KhaChiFA yang berbagi pengetahuannya dengan senang hati. Semua anak terlihat bahagia dan semangat/antusias.
Gambar yang menjadi pilihan untuk diwarnai, adalah gambar dengan latar bendera Merah Putih, dengan maksud agar anak-anak perbatasan dan anak-anak TKI selalu ditanamkan kebanggaan sebagai anak Indonesia. Dan kehadiran KhaChiFA di sana, agar mereka mengetahui banyak anak-anak Indonesia yang peduli terhadap mereka.
Selesai menggambar anak-anak dihibur oleh penampilan bercerita dari anggota sanggar, Nasywa dan Fahri, dan tarian oleh Adelia. Sementara anak CLC menampilkan pidato mengenai cita-cita.
Karya yang dibuat anak-anak CLC tersebut dinilai dan yang mendapatkan karya terbaik dan diberikan penghargaan berupa piala dan bingkisan.
Puncak dari perjalanan KhaChiFA, adalah pameran lukisan dalam kegiatan "The Water Front Jazz Festival" Hotel Margherita, Kuching yang digelar dua hari, Sabtu hingga Minggu (29-30/9).
Lukisan
Dalam pameran ini, sanggar menampilkan produk berbasis karya seni lukis, semisal lukisan dinding, kaos lukis, vas bunga, celengan, mug, sepatu lukis, dan tas lukis.
"Sebagian besar yang terjual adalah produk fungsional seperti sepatu, kaos, dan tas," kata Eva Dolorosa.
Ia mengatakan, umumnya pengunjung stan pameran sangat kagum karena yang membuat produk adalah anak-anak berumur lima hingga 16 tahun. Anak-anak sanggar yang karyanya terjual, mengaku senang sekali karena bisa mendapat uang.
"Namun pada intinya, di usai mereka mungkin belum memikirkan uang, tapi mereka belajar bahwa karya mereka telah dihargai dan hasil kreativitas mereka punya nilai jual," kata Eva lagi.
Mengenai pameran di Kuching, ini adalah untuk kedua kalinya pula. Karena pada 19-21 Oktober 2012, KhaChiFA juga pernah ikut berpartisipasi dalam Pameran Pendidikan Internasional yang diadakan di negara jiran itu.
Pameran pendidikan internasional atau "Commonwealth Education Carnival" diadakan di The Spring Kuching, sebuah mal yang berada di tengah kota Kuching. KhaChiFA diundang KJRI di Kuching untuk berpartisipasi mewakili Indonesia dalam pameran tersebut.
Sementara pada roadshow amal tahun ini, KhaChiFA mendapat dukungan dari Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dana pribadi para orang tua anak-anak sanggar. Kegiatan ini diikuti sekitar 60 anggota sanggar KhaChiFa dan didampingi para orang tua mereka.
Perjalanan KhaChiFA
Sanggar KhaChiFA terbentuk pada 2006. Nama KhaChiFA muncul dari ide Eva Dolorosa dan adiknya. Alasannya karena kelompok ini "having fun". Nama Khatulistiwa karena tinggal di jalur Khatulistiwa. Sanggar ini terbentuk ketika Eva melihat bakat seni yang dimiliki anaknya, Alyarosa Taqwaariva ketika masih taman kanak-kanak di TK Islam Al-Azhar 21 Pontianak.
Eva bertemu dengan seorang anggota DPRD Kalbar, Ary Pudyanti yang memiliki dua anak yang terampil mewarnai dan melukis. Setelah itu, muncullah ide membuat sanggar menggambar dan Ary Pudyanti sebagai pembina sanggar ini. Guru pembimbing anak-anak sanggar, Agus Fitriyono, yang sehari-hari juga sebagai guru di SMA swasta Bina Mulia Pontianak.
Sanggar ini beralamat di jalan Ahmad Yani, Gang Sepakat 2 nomor 8, Telepon 08125700889 dan alamat email : khachifa@gmail.com, di Kota Pontianak.
Berbagai prestasi sudah diraih sanggar ini baik tingkat nasional maupun internasional. Prestasi tingkat nasional seperti Kidpreneur Award, lomba gambar pajak nasional, Eco Picture Diary Contest di Jakarta, pemenang lomba poster sanitasi, The Ary Suta Center, Children & Youth Painting Competition Award 2011 di Jakarta tanggal 9 April 2011.
Anak sanggar juga mengikuti berbagai pameran di tingkat kota dan kabupaten, provinsi, dan nasional. Seperti, pameran lukisan tingkat anak-anak diselenggarakan oleh Taman Budaya Provinsi Kalimantan Barat pada 6 Mei 2011 sampai 8 Mei 2011 di Mega Mall Pontianak. Pameran lukisan amal anak-anak KhaChiFA dalam rangka Hari Anak Nasional diselenggarakan pada 20 - 24 Juli 2011 bertempat di Hotel Mercure dengan mengusung tema "From Kids To Kids".
Kemudian dalam rangka hari bumi dan Festival Hijau Mal Matahari 2012, pameran lukisan untuk anak-anak di Matahari Mal Pontianak pada tanggal 20 - 29 April 2012. Pameran lukisan dalam rangka Pontianak Air Show tanggal 27 Februari-2 Maret 2014 di Lanud Supadio Pontianak. Pameran lukisan tingkat anak-anak dengan tema "Cipta Tunas Budaya" yang diselenggarakan oleh Taman Budaya provinsi Kalimantan Barat tanggal 13 Maret 2014-16 Maret 2014 di hotel Dangau Pontianak.
Juga pameran lukisan dengan tema "Festival" yang diselenggarakan oleh KhaChiFA pada 29 Juli 2016-31 Juli 2016 di Ayani Mega Mall Pontianak. Pameran lukisan di Galeri Nasional Jakarta pada 29 Juni- 14 Juli 2013 dengan tema "Sana Sini Seni Budayaku". Serta pameran produk lukisan Commonwealth Education Carnival kerja sama dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kuching pada tanggal 19-21 Oktober 2012 di Kuching, Sarawak, Malaysia.Kemudian mengadakan pameran karya di Pontianak dalam rangka ulang tahun KhaChiFA, Juni 2016.
Sedangkan prestasi tingkat internasional seperti Toyota Dream Car Art Contest di Jepang tahun 2007, An Art Competition For Children To Design a UN Stamp On The Theme "We Can End Poverty" New York, 2008, ASEAN Regional Drawing Competition.
Juga ASEAN Committee on Disaster Management (ACDM) and the United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN / ISDR) Asia Pacific di Bangkok, Thailand Oktober 2008, IAEA (international atomic energy agency) children`s painting competition, Vienna, Austria.
Kemudian, UNEP-International Children`s Painting on The Environment , Peace Pals Art Contest on theme Communicating Peace, New York,AS 2009, Ocean Pals 2012. International Poster Competition, SEAMEO ASEAN Drawing Competition Thailand, Nambook Children`s Peace Drawing Contest Korea, Yang Ming 3rd Intl Children`s Painting Competition ; Planet Earth Grand Prix, 2nd Kao International Environment Painting Contest for Children by Kao Corporation Japan, 21 Oktober 2011 , Prize of MAP (Mangrove Action Project) 2012 Children`s Art Calender Contest, 11th International Children Contest Desember 2011 , The Youth for Human Right International Art Illustration Contest 10 Desember 2011.
Selain itu, XIV International Drawing and Painting Competition "Joy of Europe 201 " Juli 2012 , 43rd School Children's Art Exhibition of The Republic of China, Oktober 2012 ; My Artic Animal Comic Competition , Oktober 2012 ; Yang Ming 4th International Adolescents Painting Competition, December 2012 ; MAP (Mangrove Action Project) 2012 Children's Art Calender Contest, 12th International Children Contest, December 2012 ; Picasso Art Contest 2013, December 2013 ; Beneath The Sea`s Ocean Pals Poster Contest for Children 2014 , dan International Contest "Traditional Means of Transportation in my country" fourth edition, organized by Golesti Museum.
Salah satu orang tua anggota KhaChiFA, Alik R Rosyad menyatakan anaknya bergabung di sanggar itu sejak usia lima tahun dan masih sebagai siswa taman kanak-kanak (TK). Saat ini Galuh Edelweiss Rosyad sudah berusia 13 tahun dan duduk di kelas 8 di SMPN 3 Pontianak.
Ia mengaku anaknya betah mengikuti setiap kegiatan yang diselenggarakan KhaChiFA.
Berbagai prestasi lomba juga berhasil diraih anak tertuanya itu. Edelweis juga sering mewakili sekolah dan Kalbar dalam lomba-lomba tingkat nasional. Di antara berbagai lomba yang pernah diikutinya adalah "Eco Picture Diary Contest" pada tahun 2012 dan mendapat juara ketiga dan "Peace Contest United Nation 2012" dan menjadi juara pertama.
"Sebagai orang tua, saya merasa senang anak-anak bisa terlibat dalam kegiatan `charity` (amal) yang melibatkan anak di perbatasan dan anak-anak TKI. Dengan harapan ini memunculkan jiwa sosial terhadap sesama," katanya.
Ia juga mengaku bangga dapat memeriahkan event KWJF, Kuching Waterfront Jazz Festival, sebuah acara besar yang menghadirkan artis-artis terkenal dari berbagai negara. Dia berharap KhaChiFA bisa terus membuat kegiatan edukatif lainnya seperti ini.
Sementara Eva Dolorosa berharap anak-anak tetap berlatih dengan hati yang gembira dan dapar menghasilkan karya kreatif terbaik, serta memiliki empati dan mau berbagi dengan siapa pun.
"Semoga kegiatan ini dapat menjadi fondasi pembentukan karakter anak yang menyayangi sesama dan mencintai negeri ini," katanya penuh harap.
(T.N005/A011)
KhaChiFA Dan "Roadshow" Amal Anak Negeri
Minggu, 1 Oktober 2017 19:16 WIB