Pontianak (ANTARA) - Wakil Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan mengaktifkan Posko Utama, Posko Pendamping dan Posko Lapangan dalam rangka siaga darurat penanganan bencana asap akibat karhutla di kantor Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar.
"Pembentukan Posko ini dilakukan seiiring dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Nomor 155 dan Surat Keputasan Nomor 156 dari Gubernur Kalimantan Barat terkait Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)," kata Ria Norsan di Pontianak, Selasa.
Dengan adanya pembentukan Posko penangangan karhutla tersebut, Pemerintah Provinsi Kalbar sudah siap melakukan pencegahan dan menangulangi karhutla di Kalbar.
Baca juga: Kapolri perintahkan kapolda se-Kalimantan lakukan pencegahan serta penindakan karhutla
"Untuk saat ini berdasarkan data BMKG di Kalbar ada tiga titik hotspot, namun bisa ditanggulangi. Sebab curah hujan masih terjadi di bulan Maret ini," tuturnya.
Prediksi masuknya musim kemarau di bulan Mei mendatang dan sekarang ini berbagai instansi yang terkait dalam karhutla sudah disiapkan serta berkoordinasi.
"Diprediksi titik panas akan banyak di bulan Mei mendatang, maka dari sekarang kita sudah persiapkan dan siaga darurat sudah sampaikan ke BNPB pusat. Apabila terjadi kabut asap dan karhutla kita bisa minta bantuan dari Pemerintah Pusat untuk bersama-sama menanganinya," ujarnya.
Baca juga: Gubernur Kalbar: tegakkan aturan paling efektif tekan Karhutla
BPBD provinsi Kalbar bersama TNI-Polri dan instansi terkait akan melakukan pemetaan desa yang dianggap rawan karhutla yang sering terjadi serta memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak membakar lahan dan hutan saat membuka lahan perkebunan mereka.
Sebelumnya, Pangdam XII Tanjungpura, Mayjend Achmad Supriyadi mengatakan, sejak tahun 2015 hingga sekarang, pihaknya terus mengikuti perkembangan permasalahan asap akibat karhutla. "Mengapa terus berulang? Karena kita mengelompokkan bencana ini pada satu kategori saja," katanya.
Menurutnya, bencana asap tersebut dikelompokkan dalam dua kategori. Pertama, bencana yang manusia tidak mampu memprediksinya. Kedua, bencana yang bisa diprediksi.
Baca juga: Perlu penegakan aturan untuk pencegahan karhutla
Untuk kategori pertama, bentuk bencananya seperti gempa bumi, tanah longsor atau tsunami. Pada kategori ini, masuk dalam langkah penanggulangan bencana dan tanggap darurat. "Jadi tidak ada basa-basi, langsung tanggap darurat," tuturnya.
Sedangkan karhutla sebagai bencana yang bisa diprediksi. Kondisi tanggap darurat tidak diberlakukan pada saat penanggulangan bencana. "Sebab, kondisi tanggap darurat terjadi bila bencana sudah ada korban dan bersifat masif. Untuk karhutla, apakah harus ada korban jatuh, baru umumkan tanggap darurat, tentunya tidak," katanya.*