Pontianak (ANTARA) - Wakil Gubernur Kalbar H Ria Norsan mengatakan, dilihat dari posisi relatif tingkat kemiskinan Kabupaten/Kota se-Kalbar pada tahun 2018, yang menduduki angka kemiskinan tertinggi adalah Kabupaten Melawi yakni sebesar 12,83 persen, dan yang terendah adalah Kabupaten Sanggau yakni pada angka 4,67 persen.
"Bila diperhatikan perkembangan angka kemiskinan 2018 dari masing-masing Kabupaten/Kota se-Kalbar, akan terlihat bahwa masih ada 5 Kabupaten yang berada diatas rata-rata nasional sebesar 9,66 persen, yaitu Kabupaten Melawi, Landak, Ketapang, Sintang dan Kayong Utara," Kata Ria Norsan, di Pontianak, Kamis.
Dikatakannya, sejak tahun 2018 pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalbar berada pada angka 5,06 persen, sedangkan angka kemiskinan pada bulan September 2018 angka kemiskinan Provinsi Kalbar adalah 7,37 persen, atau dibawah angka kemiskinan nasional yakni pada 9,66 persen. Jumlah penduduk miskin di Kalbar sebanyak 369.730 ribu jiwa, dimana hal ini selalu menunjukkan bahwa prosentase penduduk miskin di Kalimantan Barat selalu berada di bawah nasional.
"Jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan Maret 2018, angka kemiskinan di Provinsi Kalbar mengalami penurunan sebesar 0,40 persen, sejalan dengan hal tersebut, penduduk miskin Kalbar juga mengalami penurunan dari 387.080 jiwa pada Maret 2018 menjadi 369.730 orang pada September 2018 yang berarti penduduk miskin di Kalbar berkurang menjadi 17.350 orang," jelasnya.
Dalam RPJMD tahun 2019-2023 Kalbar menargetkan pengurangan prosentase penduduk miskin hingga 6.92 persen pada 2019, dari starting point di tahun 2018 sebesar 7,37 persen. "Kami harapkan Pemprov Kalbar dapat menurunkan angka kemiskinan hingga 5 persen pada tahun 2023," harapnya.
Selain itu, mantan Bupati Mempawah juga menyampaikan apresiasi kepada Kabupaten/Kota se-Kalbar yang sejak tahun 2017 hingga tahun 2018, yang telah dapat menurunkan prosentase maupun jumlah penduduk miskin di daerahnya.
Terdapat 8 isu strategis daerah yang menjadi tantangan yang harus dihadapi, yakni masih rendahnya kualitas dan daya saing SDM, kualitas regulasi, birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang relatif rendah, menurunnya daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup, minimnya ketersediaan sarana dan prasarana transportasi serta akses infrastruktur dasar.
Selain itu, masih rendahnya kesejahteraan penduduk, terjadinya kesenjangan ekonomi di masyarakat, belum adanya keterpaduan rencana sektor dengan rencana tata ruang, serta keberagaman penduduk Kalbar yang rentan akan konflik sosial, juga menjadi salah satu penyebab hal tersebut.
Berdasarkan isu strategis itu, Ria Norsan menyampaikan bahwa pemerintah pada lima tahun mendatang akan membagi arah kebijakan menjadi lima tahapan yakni, tahun pertama 2019, adalah tahap konsolidasi (penguatan tata kelola pemerintahan yang berkualitas dalam meningkatkan daya saing daerah).
Tahun kedua 2020 merupakan tahap percepatan (pemerataan infrastruktur dasar dan aksesibilitas antar wilayah dalam rangka percepatan mewujudkan desa mandiri). Tahun ketiga 2021, tahap pengembangan (optimalisasi infrastruktur daerah dan pelayanan publik dalam mewujudkan masyarakat Kalimantan Barat yang sejahtera.
"Tahun keempat 2022 merupakan tahap penguatan ( meningkatkan pembangunan ekonomi yang inklusif, mandiri dan berdaya saing untuk mengurangi kemiskinan dan perluasan lapangan kerja), dan tahun kelima 2023 merupakan tahap pemantapan (meningkatkan kualitas hidup manusia, produktivitas, masyarakat dan daya saing daerah). Arah kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tercantum dalam RPJMN tahun 2015-2019," katanya.
Prosentase penduduk miskin tertinggi di Kalbar ada di Melawi
Kamis, 25 April 2019 9:53 WIB