Pontianak (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan RI memberikan penilaian opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat tahun 2018.
"Dengan opini ini, pada tahun anggaran 2018, komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat beserta jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD)-nya terhadap kualitas laporan keuangan yang dihasilkan masih perlu ditingkatkan, agar tahun 2019 ini Pemprov Kalbar bisa kembali mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)" kata Auditor Utama Keuangan Negara I Dr. Heru Kreshna Reza didampingi oleh Kepala Perwakilan BPK Provinsi Kalimantan Barat Joko Agus Setyono usai menghadiri Sidang Paripurna Istimewa DPRD Kalbar, di Pontianak, Senin.
Pada kesempatan itu, BPK RI juga menyerahkan tiga laporan lainnya, yakni LHP atas LKPD Tahun 2018, LHP atas Sistem Pengendalian Intern (SPI), dan LHP atas Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, Lembaga eksekutif dan legislatif Kalbar perlu melakukan perubahan penjabaran APBD dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.
"Kami juga menyarankan agar OPD lebih optimal dalam berkoordinasi dengan DPRD Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka pembahasan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD.
"Kami berharap, DPRD Kalbar bisa menjalankan tugas sesuai dengan kewenangannya dapat membantu tindak lanjut yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi. Hal ini jelas perlu dilakukan agar kualitas laporan keuangan dapat terus ditingkatkan, dan masalah yang sama tidak terjadi lagi pada tahun berikutnya," tuturnya.
Di tempat yang sama, Plt Sekda Kalbar, Syarif Kamaruzzaman menyatakan pihaknya optimis pada tahun 2019 nanti, Kalbar akan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK RI, seperti yang sudah diraih selama enam tahun terakhir.
"Tahun 2018 lalu, kita masih masa transisi pemerintahan, sehingga memang terjadi kurangnya koordinasi dari semua OPD. Perlu diketahui, sejak Januari hingga Desember 2018 terjadi transisi kepemimpinan di Pemprov Kalbar, dimana Kalbar dijabat oleh Pj Gubernur Dody Riyadmadji sejak Januari hingga September 2018, kemudian September hingga Desember 2018 dijabat oleh Gubernur Terpilih Sutarmidji," katanya.
Namun, dirinya menjamin, predikat WDP yang baru diberikan oleh BPK RI bukan karena adanya penyimpangan pengelolaan keuangan, atau ada kerugian daerah atas pengelolaan keuangan daerah. Seluruh konsep pengelolaan keuangan secara akuntable, transparan, dan obyektif telah dilakukan.
Hanya saja memang terkait pembayaran dana bagi hasil pajak daerah yang dilakukan hanya melalui pergub bukan melalui Perda karena memang pada saat itu beberapa kali pembahasan di DPRD tidak quorum dan belum menemukan kesempakatan.
"Hanya itu saja, jadi terkesan kita tidak patuh terhadap aturan akan tetapi pak gubernur selalu mengedepankan asas manfaat yang selalu ingin dicapai," kata Kamaruzzaman.