Pontianak (ANTARA) - Bupati Sintang, Jarot Winarno menargetkan luas areal perusahaan untuk tanaman sawit di wilayah itu maksimal 200 ribu hektare dari yang sudah ditanam saat ini 174 ribu hektare.
"Dua perusahaan sawit sudah RSPO, 8 perusahaan lainnya sudah ISPO. Sisanya sedang dalam proses. Kami sedang menyusun rencana induk perkebunan Kabupaten Sintang. Kami akan membuat batas toleransi luasan sawit perusahaan di Kabupaten Sintang yakni tidak lebih dari 200 ribu hektare sawit saja," papar Jarot saat dihubungi di Sintang, Kamis.
Namun untuk kebun sawit kecil dan koperasi milik masyarakat, masih dibolehkan. Sisanya menjadi hutan dan perkebunan lain bukan sawit seperti kopi, kakao, teh, sengkubak dan tanaman lain.
"Lokasi sawit ini ada di pedalaman yang jauh dari pusat kota, sehingga kontribusi sawit terhadap penurunan angka kemiskinan adalah terbukanya akses jalan menuju desa dan kampung," ungkapnya.
Ia menegaskan, pihaknya sudah melakukan langkah untuk meminimalisir berbagai potensi konflik perkebunan sawit. Seperti merevisi izin lokasi yang tumpang tindih, melakukan evaluasi setiap izin lokasi yang sudah berakhir masa berlakunya, meningkatkan peran serta masyarakat serta multi stakeholders dan mengimplementasikan satu peta dan satu data.
"Kami juga sudah membentuk Forum Koordinasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Kabupaten Sintang dan sudah melaksanakan 13 langkah untuk untuk menuju RSPO dan ISPO seluruh kebun sawit di Kabupaten Sintang," kata dia.
Untuk mendukung sawit yang berkelanjutan, ia juga sudah dan akan mengeluarkan 7 keputusan diantaranya tentang tanggung jawab sosial perusahaan, pembangunan tanah kas desa, rencana aksi daerah kelapa sawit berkelanjutan, draft Peraturan Bupati Sintang tentang kawasan penting Kabupaten Sintang dan draft Peraturan Bupati Sintang tentang rencana induk perkebunan Kabupaten Sintang.
Dikatakan Jarot, Pemprov Kalbar sudah mewajibkan setiap perusahaan untuk membuat tujuh persen HGU dalam bentuk hutan.
"Kita juga sudah mencabut 10 izin perusahaan sawit karena masalah performance perusahaan dan tumbang tindih lahan dengan perusahaan lain. Bagi kami, kebun sawit yang menyejahterakan itu harus ada kemitraan, membina desa binaan, sustainabillity, mengikuti standar ISPO dan RSPO, izin dari tokoh masyarakat setempat karena mereka yang tahu dimana kuburan dan tembawang, pemetaan yang melibatkan masyarakat, dan harus ada wilayah konservasi,” jelas Bupati Sintang.
Sementara itu, Erlangga, Peneliti Muda Yayasan Madani Berkelanjutan menyampaikan data soal perkebunan kelapa sawit dan kemiskinan di Kalimantan Barat. Ia mengatakan, Ketapang menjadi kabupaten yang memiliki lahan perkebunan sawit terluas menyusul Sanggau dan Sintang.
"Saya sangat menyayangkan lahan sawit yang luas tapi belum memberikan kontribusi yang baik bagi kemajuan desa dan penurunan angka kemiskinan. Kami berharap Pemda melakukan inovasi untuk mendorong kehadiran perkebunan kelapa sawit ini mampu menyejahterakan masyarakat,” pinta Erlangga.