Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) menyatakan mulai menyiapkan produksi baterai listrik (battery pack) untuk sepeda motor listrik sebagai upaya mendukung percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Direktur Utama PT Pertamina Power Indonesia Heru Setiawan dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa, mengatakan konversi ke kendaraan listrik dinilai akan lebih mudah dimulai dari kendaraan roda dua yang jumlahnya di Indonesia sangat besar.
"Kita menyadari bahwa untuk switch (pindah) jadi kendaraan listrik di Indonesia akan lebih cepat di motor, karena jumlahnya sangat besar dan relatively (relatif) lebih dimungkinkan masyarakat untuk bisa convert (mengubah) jadi motor listrik. Dalam rangka merespons antusiasme masyarakat untuk bisa masuk ke motor listrik, kita coba lebih awal masukkan," katanya.
Heru mengatakan mengingat pabrik sel baterai baru akan rampung pada 2025, maka Pertamina akan mengimpor battery cell untuk produksi battery pack.
"Meski dari pabrik battery cell belum jadi, kita berusaha buat battery pack, yang mana battery cell-nya diimpor dalam jumlah terbatas sebagai introduction product (produk perkenalan), dan kita buat baterai untuk motor," jelasnya.
Begitu pabrik battery cell rampung, maka pasokan sel baterai nantinya bisa dipasok dari produksi dalam negeri. Pertamina juga akan mengajak partisipasi pihak lain untuk mendukung produksi baterai listrik untuk motor.
"Pertamina akan inisiasi. Kita ajak partisipasi yang lain supaya bisa lebih masif di produksinya," ujarnya.
Dalam pengembangan industri baterai listrik, lanjut Heru, Pertamina akan ikut terlibat di tahap intermediate yakni dalam produksi prekursor, katode, battery cell hingga battery pack. Perseroan telah menyiapkan investasi untuk pembangunan pabrik kendati tidak mengungkapkan besaran angkanya.
Heru mengatakan kapasitas pabrik battery cell ditargetkan mencapai 140 GWh berdasarkan potensi nikel di hulu yang mencapai 15 juta ton per tahun. Produksi sel baterai diharapkan bisa masuk rantai pasok global dan disuplai ke produsen mobil listrik di Eropa, Amerika dan Asia Pasifik.
"Tentu kita akan berpartispasi juga dengan technology provider yang memang sudah menguasai teknologi sekaligus market-nya sehingga ada transfer teknologi dengan kerja sama ini," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana menjelaskan rencana peta jalan pengembangan industri baterai kendaraan listrik dan Energy Storage System (ESS) di Indonesia.
Pada 2021, diharapkan sudah ada penyelesaian kerja sama pengembangan investasi baterai kendaraan listrik dan penerapan ESS di PLN.
"Pada 2022, kita akan mulai mencoba membuat baterai dalam skala kecil yang akan kita gunakan, misalnya untuk sepeda motor," kata Agus.
Lantas, fasilitas pengilangan (refinery) direncanakan bisa mulai beroperasi pada 2024. Demikian pula pabrik prekursor dan katoda. Kemudian pada 2025, pabrik cell to pack ditargetkan rampung dan bisa mulai beroperasi.
"Kira-kira 2026 selesai semuanya. Ini kami anggap tahap pertama. Tahap keduanya mulai 2027, yaitu untuk perluasan kapasitas yang ada," pungkas Agus.