Pontianak (ANTARA) - Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kalbar, Heronimus Hero memproyeksikan harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak mentah sawit akan terus stabil naik, setelah Swiss menghapus bea masuk sawit asal Indonesia karena menang dalam referendum usai mengantongi 51,6 persen suara.
“Kita memperkirakan bahwa harga CPO kembali terus naik dengan Swis menghapus bea masuk sawit kita. Hasil referendum yang ada membuat pasar kita semakin luas dan harga akan membaik,” ujarnya di Pontianak, Kamis.
Hero menjelaskan sebagai daerah penghasil CPO terbesar kedua di Indonesia, dengan harga CPO yang tinggi akan berdampak luas bagi ekonomi dan kesejahteraan Kalbar.
“Harga tinggi tentu sangat berdampak baik bagi perusahaan dan masyarakat sebagai petani swadaya. Ketika harga sawit membaik maka berdampak pada sektor lainnya. Daya beli meningkat dan ekonomi ikut membaik,” katanya.
Ia menyebutkan sejauh ini produksi CPO di Kalbar mencapai 3,4 ton juta CPO dari produksi Tandan Buah Segar (TBS) sebesar 13,6 juta ton per tahun.
“Untuk produktivitas sawit di Kalbar saat ini 2,5 ton per hektare. Pada dasarnya, hasil perkebunan sawit membaik otomatis berdampak luas bagi ekonomi dan kemajuan daerah,” kata dia.
Terkait harga CPO di Kalbar berdasarkan hasil penetapan harga yang dilakukan setiap dua kali dalam satu bulan, Periode I Maret 2021 sudah mencapai Rp9.541,48 per kilogram.Sedangkan untuk periode sebelumnya yakni harga CPO Rp9.141,40 per kilogram.
Untuk harga karnel (PK) sendiri pada Periode I Maret 2021 Rp6.668,94 per kilogram. Sedangkan periode sebelumnya Rp6.641,41 per kilogram. Kemudian untuk harga TBS untuk harga tertinggi di umur 10-20 tahun pada Periode I Maret 2021 mencapai Rp2.155,17 per kilogram.
“Dari gambaran yang ada maka benar adanya tren harga naik. Semoga ini akan terus membaik. Apalagi penggunaan B30 di Indonesia semakin gencar maka kita optimis harga berpihak,” kata dia.
Harga CPO terus naik setelah Swiss hapus bea
Kamis, 18 Maret 2021 20:31 WIB