Ketapang (ANTARA) - Kepala Desa Pengatapan Raya Kecamatan Tumbang Titi Kabupaten Ketapang Toro mengungkapkan peta Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) yang dikatakan berbentuk horisontal untuk Bumitama Gunajaya Agro (BGA) Grup sesuai versi Badan Pertanahan Nasional (BPN) berpotensi menimbulkan permasalahan.
"Kita mendengar jika memang hak masyarakat tetap dipaksakan dirampas sesuai peta SHGU BGA Grup yang horisontal, dapat terjadi permasalahan baru," kata Toro di Ketapang, Kamis.
Ia mengungkapkan seperti di Desa Karya Mukti, jika berdasarkan peta horisontal itu semua masuk dalam SHGU perusahaan. Sekolah, rumah ibadah, perkuburan, kebun, pemukiman warga semuanya habis. "Jadi saya pikir pertumpahan darah bisa saja terjadi karena semua yang mereka miliki dirampas paksa begitu saja," ungkapnya.
Diceritakannya, sebelum ia menjabat Kepala Desa (Kades) pada 2016 memang sudah mewakili masyarakat mengurusi persoalan dengan PT Benua Indah Grup (BIG). Saat itu akses jalan sangat hancur dan hampir semua perekonomian masyarakat lumpuh. Mereka sering kali ikut menawarkan kepada investor agar membeli PT BIG yang sudah tidak beroperasi tapi semua mundur.
Kemudian mereka bertemu Kamsen Seragih orang PT BGA Grup dan berbincang-bincang agar mau membeli bekas PT BIG. Awalnya pihak BGA Grup agak berat membelinya karena nilai harga lelang cukup besar. Serta kondisi perkebunan sudah banyak hancur dan banyak masalah sosial.
"Tapi setelah kami ceritakan sengsaranya kondisi masyarakat saat itu, karena mereka membawa misi kemanusiaan akhirnya mau membeli. Semua tahu, saat itu kondisi masyarakat sangat-sangat susah," ujar dia.
"Bahkan daerah kami sudah seperti kampung mati tidak ada perputaran uang, perekonomian lumpuh. Mungkin kalau tidak dibeli BGA Grup kampung kami sekarang sudah menjadi hutan lagi," sambungnya.
Toro melanjutkan BGA Grup mengikuti lelang PT BIG di Pengadilan Negeri Ketapang. Saat itu peserta lelang tunggal hanya BGA Grup, perusahaan lain tidak ada mau ikut. Saat proses lelang ia dan beberapa perwakilan masyarakat juga ikut mengawal survei ke lapangan.
"Ketika ke lapangan itu termasuk bersama BPN dan instansi terkait mengecek wilayah HGU bekas PT BIG yang diagunkan ke Bank Mandiri sesuai peta yang dikatakan berbentuk vertikal. Hasilnya tidak ada masalah hingga BGA Grup menang lelang," ujarnya.
Menurutnya, setelah itu BGA Grup cepat melakukan pembangunan seperti akses jalan-jalan yang dulu hancur menjadi bagus. Bahkan banyak membuka lapangan pekerja sehingga perekonomian masyarakat yang sudah lumpuh hidup kembali. "Setelah BGA Grup masuk kami senang sekali, jalan-jalan bagus dan perekonomian meningkat kembali," tegasnya.
Namun ia dan masyarakat mengaku terkejut ketika ada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) oleh Kantor Pertanahan Ketapang. Banyakmasyarakat yang hendak membuat sertifikat hak milik (SHM) melalui program itu, tidak bisa. Lantaran dikatakan tanah masyarakat tersebut masuk dalam SHGU BGA Grup.
"Sekarang SHGU BGA Grup tidak sesuai dengan hasil pengecekan dan pengukuran saat lelang yang dilakukan bersama-sama dulu. Jadi rumah dan tanah kami, rumah sekolah, tempat ibadah dan lainnya banyak masuk dalam SHGU BGA Grup. Tentu kami tidak akan tinggal diam dan terima, karena harusnya SHGU itu sesuai posisi saat pengukuran ketika lelang," tegasnya.
"Kami tidak perduli, apakah perusahaan, BPN atau instansi mana. Jika hak kami tetap dirampas maka harus ada yang bertanggungjawab. Mau peta vertikal atau horisontal, intinya jangan sampai merampas hak kami. Makam Tantemak juga sekarang dikatakan masuk dalam HGU perusahaan, itu kan aneh. Heran juga kenapa tiba-tiba SHGU BGA Grup itu masuk hingga ke rumah dan tanah kami bahkan ada yang sudah bersertifikat," kata dia lagi.
Ia menegaskan jika persoalan ini tak diselesaikan maka pasti akan menjadi masalah besar. Masyarakat pasti bergerak mempertahankan haknya. Ia bersama Kades lain dan tokoh-tokoh masyarakat di 12 desa sudah rapat koordinasi. Bahkan sudah berkoordinasi ke Kantor Pertanahan Ketapang pada Agustus 2021.
"Jawabannya akan berkoordinasi ke BPN Pusat karena bukan kewenangan mereka. Tapi sampai sekarang kami belum mendapatkan jawaban terkait persoalan SHGU BGA Grup versi BPN yang masuk dan merampas hak masyarakat tanpa sepengetahuan pemiliknya," ucapnya.
"Kami juga sudah mengirim surat ke Bappeda pada November 2021 agar memfasilitasi pertemuan dengan pihak-pihak terkait termasuk BPN. Tapi sampai sekarang surat kami pun tidak pernah dibalas. Pada hal kami 12 desa mengirim surat resmi, ada cap dan tanda tangan sebagai Kades," lanjutnya.
"Kami beberapa waktu lalu juga sudah mengirim surat ke DPRD Ketapang untuk beraudiensi. Jadi kita masih mencoba mencari solusi agar hak milik kami tidak dirampas. Kalau tidak diselesaikan juga maka kita serahkan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masing-masing," tutupnya.