Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta semua dokter untuk mewaspadai gejala cacar monyet atau Monkeypox pada pasien, menyusul situasi kasus yang berpotensi mewabah di dunia.
"Penyakit cacar monyet bersifat zoonosis yang penularan utamanya melalui kontak manusia dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada mukosa maupun kulit hewan yang terinfeksi," ujar Adityo Susilo dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) yang dilansir dari keterangan tertulis IDI yang diterima di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Organisasi Kesehatan Dunia minta kawasan Asia Tenggara perkuat pengawasan cacar monyet
Baca juga: Singkawang temukan satu kasus di duga terinfeksi cacar monyet
Baca juga: RSUD Soedarso tangani pasien asal Singkawang diduga terjangkit cacar monyet
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan status darurat untuk kasus Monkeypox. Meski belum terdeteksi di Indonesia,tapi kasus cacar monyet sudah ditemukan di Singapura.
Cacar monyet adalah suatu penyakit infeksi virus, bersifat zoonosis yang jarang terjadi. Beberapa kasus infeksi pada manusia pernah dilaporkan terjadi sporadis di Afrika Tengah dan Afrika Barat, umumnya pada lokasi yang berdekatan dengan daerah hutan hujan tropis.
Baca juga: Irlandia laporkan kasus pertama cacar monyet
Baca juga: Antisipasi cacar monyet dari kawasan perbatasan Malaysia
Baca juga: Bandara Supadio lakukan pengawasan untuk cegah cacar monyet
"Cacar monyet ini tergolong ke dalam genus orthopoxvirus, seperti virus variola yang menyebabkan penyakit cacar (Smallpox) dan telah dinyatakan tereradikasi di seluruh dunia oleh WHO pada 1980," katanya.
Berdasarkan data WHO, penyakit cacar monyet pada awalnya teridentifikasi pada 1970 di Zaire dan sejak itu dilaporkan secara sporadis di sepuluh negara di Afrika Tengah dan Barat. Pada 2017, Nigeria mengalami kejadian luar biasa yang pernah dilaporkan, dengan perkiraan jumlah kasus yang terkonfirmasi sekitar 40 kasus.
Baca juga: Dinkes Kapuas Hulu minta masyarakat tetap waspada "cacar monyet"
Baca juga: Ini perbedaan cacar monyet dan cacar air
Baca juga: Ini imbauan Kemenlu terkait cacar monyet di Singapura
Sejak Mei 2022, Monkeypox menjadi penyakit yang menjadi perhatian kesehatan masyarakat global, karena dilaporkan dari negara non-endemis.
Sejak 13 Mei 2022, WHO telah menerima laporan kasus-kasus Monkeypox yang berasal dari negara nonendemis, dan saat ini telah meluas secara global dengan total 75 negara.
Baca juga: Puluhan warga Pontianak terkena penyakit kulit gatal-gatal
Baca juga: Dinkes Kota Pontianak gelar pengobatan massal warga alami gatal-gatal
Hingga 25 Juli 2022 terdapat 18.905 kasus konfirmasi Monkeypox di seluruh dunia, dengan 17.852 kasus terjadi di negara tanpa riwayat kasus konfirmasi sebelumnya.
Amerika Serikat melaporkan kasus monkeypox sebesar 3.846 kasus. Di ASEAN, Singapura telah melaporkan sembilan kasus konfirmasi dan Thailand melaporkan satu kasus konfirmasi.
Baca juga: Abang Muhammad Nasir: Ratusan desa di Kapuas Hulu masih buang air besar sembarangan
Baca juga: Cek Fakta - Vaksin China sebabkan penyakit kulit di Zimbabwe
Baca juga: Masyarakat harus waspada Hepatitis A mudah menular
Di Afrika, kasus infeksi cacar monyet pada manusia yang pernah dilaporkan, berhubungan dengan riwayat kontak dengan hewan yang terinfeksi seperti monyet, tupai, tikus dan rodents lainnya. Memakan daging hewan terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang juga dikatakan dapat menjadi metode penularan yang lainnya.
“Adapun penularan antarmanusia, diduga dapat terjadi sebagai akibat dari kontak erat dengan pasien yang terinfeksi secara langsung melalui paparan terhadap sekresi saluran napas yang terinfeksi, kontak dengan lesi kulit pasien secara langsung, maupun berkontak dengan objek yang telah tercemar oleh cairan tubuh pasien," katanya.
Baca juga: Dinkes Pontianak: Puluhan Warga Alami Infeksi Kulit
Baca juga: Dinkes: Penderita Penyakit Kulit Dan Diare Meningkat
Selain itu, kata Adityo, transmisi secara vertikal dari ibu ke janin melalui plasental (infeksi cacar monyet kongenital) juga dimungkinkan terjadi.
Periode inkubasi cacar monyet berkisar antara 5-21 hari dengan rata-rata 6-16 hari. Setelah melewati fase inkubasi, pasien akan mengalami gejala klinis berupa demam tinggi dengan nyeri kepala hebat, limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan rasa lemah yang prominen.
Baca juga: Dinkes Sintang: Waspadai Penyakit di Musim Penghujan
Baca juga: Satgas Pamtas ajak pemuda perbatasan untuk gotong royong
Dalam 1-3 hari setelah demam muncul, pasien akan mendapati bercak-bercak pada kulit, dimulai dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Bercak tersebut terutama akan ditemukan pada wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Seiring waktu, bercak akan berubah menjadi lesi kulit makulopapuler, vesikel dan pustule yang dalam sepuluh hari akan berubah menjadi koreng.
Baca juga: Satgas TMMD ajak anak- anak sadar akan kebersihan lingkungan
Baca juga: Jaga kebersihan lingkungan, Satgas TMMD bersihkan jalan Dusun Tintin Kemantan
Adityo yang juga Pengurus Pusat Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia mengatakan hingga saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi cacar monyet.
Meski demikian, vaksinasi terhadap penyakit Cacar yang disebabkan infeksi virus Variola pada 1980 dapat memberikan efektivitas proteksi sebesar 85 persen untuk mencegah infeksi cacar monyet.
Baca juga: Satgas TMMD edukasi masyarakat Pangkadan tentang kebersihan lingkungan
Baca juga: Dinkes Kota Singkawang: Warga jaga kebersihan lingkungan untuk tekan DBD
Adityo kembali mengingatkan bahwa dengan ditemukannya kasus cacar monyet di Singapura, maka masyarakat juga perlu mewaspadai terhadap kemungkinan masuknya virus tersebut di Indonesia.
Hal tersebut menjadi penting terutama pada populasi berisiko fatalitas cacar monyet seperti pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan imunitas rendah (imunosupresi), kata Adityo.
Baca juga: Pasukan Kuning siap atasi sampah
Baca juga: Wabup Sambas Ajak Masyarakat Jaga Kebersihan Lingkungan
"Berkaca kepada pandemi COVID-19 yang telah melanda, kita harus selalu optimis bahwa dengan bekerja sama dunia akan mampu bergerak secara cepat menyikapi situasi ini," katanya.
Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI Agus Dwi Susanto mengatakan pemahaman yang baik terhadap infeksi cacar monyet dan kewaspadaan dini terhadap kejadian luar biasa menjadi modal utama dalam aspek pencegahan.
Baca juga: Hairiah : Lingkungan Bersih Anak Sehat
Baca juga: Ahli Internasional Serukan Penggunaan Air Ramah Lingkungan
Adityo mengatakan upaya menghindari kontak dengan pasien yang diduga terinfeksi merupakan kunci pencegahan paling efektif, diiringi dengan upaya surveilans dan deteksi dini kasus aktif melalui karantina untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.
Agus juga meminta tenaga Kesehatan, baik dokter maupun perawat yang menemukan gejala cacar monyet pada pasien agar segera melakukan tindak lanjut dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
Baca juga: Dewan prihatin kasus IMS meningkat di Sintang
Baca juga: 600 hewan ternak warga Kapuas Hulu mati karena demam babi Afrika
Baca juga: Khawatir penyakit menular, jenazah ABK WNI ini dihanyutkan ke laut
Metode pemeriksaan virus cacar monyet dengan mendeteksi DNA virus tersebut, melaporkan ke Dinas Kesehatan Setempat agar bisa segera dilakukan surveilans dan tindakan lebih lanjut lainnya.