Pontianak (ANTARA) - Kepala Bidang Kepabean Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Barat, Taufik Ismail menyebutkan penerimaan kepabeanan dan cukai di wilayah kerjanya pada periode Januari - Februari 2024 sudah mencapai Rp31,62 miliar.
"Realisasi capai yang ada tersebut sebesar 8,66 persen dari target 2024 sebesar Rp365,89 miliar," ujarnya di Pontianak, Rabu.
Ia merincikan bahwa capaian dari kepabeanan dan cukai sebesar Rp31,62 miliar terdiri dari bea masuk Rp11,229 miliar, bea keluar Rp11,076 miliar dan cukai Rp9,317 miliar.
"Nah, angka atau capaian yang ada dibandingkan periode yang sama dengan tahun sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 80,93 persen yang sebagian besar terjadi pada penerimaan bea keluar yakni sebesar 92,82 persen (year on year)," kata dia.
Ia menjelaskan adanya kontraksinya penerima kepabean dan cukai dilatarbelakangi oleh kebijakan pelarangan ekspor bijih bauksit. Selain itu sebagian besar ekspor didominasi oleh produk turunan CPO sehingga dikenai tarif bea keluar yang lebih rendah.
Saat ini devisa komoditi ekspor tertinggi terdapat pada Smelter Grade Alumina & Chemical Grade Alumina, Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya, karet alam, kayu lapis, dan Palm Kernel Expeller.
“Bea keluar dikenakan oleh pemerintah untuk memastikan pasokan, memicu terjadinya hilirisasi dan memastikan ekspor barang yang dibutuhkan oleh negara. Sehingga larangan ekspor bauksit bertujuan untuk agar bauksit tidak diekspor dalam kondisi mentah,”
Menurutnya meski kebijakan pelarangan bauksit berdampak pada penerimaan yang ada, namun dalam jangka panjang juga dapat memicu investasi dalam pengolahan bauksit.
"Saat ini di Kalbar sudah terdapat beberapa smelter bauksit yakni PT ICA, PT WHW dan yang terbaru adalah PT BAI yang berada di Kabupaten Mempawah," jelas dia.