Magelang (ANTARA) - Tradisi Sungkem Tlompak ungkapan syukur warga desa di kawasan Gunung Merbabu Kabupaten Magelang atas nilai kehidupan manusia dengan sesama makhluk, alam, dan rahmat Tuhan, kata peneliti kebudayaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Novita Siswayanti.
"Tradisi ini dilaksanakan atas dasar filosofis kehidupan mereka, hubungan mereka dengan Tuhan, mereka dengan sekitarnya, dan hubungan mereka dengan alam," katanya di Magelang, Senin, di sela menghadiri pelaksanaan tradisi itu oleh warga kawasan Gunung Merbabu di Dusun Gejayan, Desa Bayusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Tradisi Sungkem Tlompak setiap H+5 Lebaran dilaksanakan warga Dusun Keditan, Desa Pogalan, Kecamatan Pakis yang berjarak sekitar tujuh kilometer dari sumber air Tlompak Dusun Gejayan, Desa Banyusidi.
Masyarakat umum Dusun Keditan dengan puluhan lainnya mengenakan pakaian kesenian tarian Keprajuritan atau Campur Bawur Lombok Abang dipimpin pemuka mereka, Sujak (70), memasuki Dusun Gejayan diterima Kepala Dusun Gejayan, Sulis Prasetyo (53) dan juru kunci sumber air Tlompak, Alip (59).
Masyarakat Dusun Gejayan menyambut dan mengiringi mereka yang menjalani tradisi tersebut. Saat berlangsung rangkaian tradisi Sungkem Tlompak, Dusun Gejayan diwarnai keramaian, antara lain kehadiran sejumlah pedagang yang membuka lapak aneka makanan dan bermancam-macam mainan anak, sedangkan suasana halalbihalal Lebaran 2024 juga menandai pertemuan antarwarga dusun di kawasan itu.
Mereka kemudian berjalan kaki menuju sumber air Tlompak, sekitar 300 meter dari Dusun Gejayan, untuk meletakkan sesaji berupa hasil bumi, berdoa, membakar kemenyan, menabur bunga, dan mengambil air dari sumber air setempat menggunakan botol bekas air mineral. Sejumlah lainnya menggunakan air dari sumber itu untuk membasuh tangan, kaki, dan wajah.
Tarian Keprajuritan dengan iringan tetabuhan sejumlah perangkat gamelan dan jedor mereka suguhkan di pelataran mata air Tlompak, sebelum tarian serupa dilanjutkan di halaman rumah juru kunci Tlompak, Alip. Dalam rangkaian tradisi itu, di Padepokan Wargo Budoyo Dusun Gejayan juga dipentaskan ketoprak
"Kegiatan-kegiatan tradisi di setiap desa merupakan bagian dari identitas karakter desa dan merupakan karakter lokal, jati diri, dan bagian kehidupan mereka," ujar dia.
Melalui tradisi seperti itu, ucap dia, sesungguhnya kalangan orang tua juga sedang mengajarkan kepada generasi muda tentang nilai-nilai kebaikan kehidupan yang saling berkaitan, termasuk berhubungan dengan pelestarian lingkungan alam.
Ia mencontohkan tentang lokasi utama tradisi Sungkem Tlompak di mata air kawasan itu, yang mengajarkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya air sebagai sumber kehidupan bagi semua makhluk.
"Makhluk hidup pasti bergantung kepada air. Itu sumber kehidupan setiap makhluk. Tradisi ini juga wujud syukur kita terhadap air, lingkungan. Kita menjaga kelestarian air dan lingkungannya supaya tetap jernih, bening, mengalir memberikan kehidupan kita, sehingga dijaga agar tidak tercemar, rusak, dan ada kotoran," ujar dia.
Ia mengemukakan pentingnya para orang tua menjelaskan tentang makna dan hakikat masyarakat, terutama generasi muda, menjalankan suatu tradisi budaya, yang tidak sekadar terkait dengan kekuatan mistis namun nilai spiritualitas dan manfaat bagi kehidupan.
Upaya melestarikan suatu tradisi budaya, ujar dia, selain dengan tindakan melaksanakan tradisi itu sehingga berlangsung secara turun-temurun, juga dilengkapi dengan pemberian pemahaman kepada masyarakat.
"Perlu kita berikan penyadaran, pemahaman bahwa tradisi dilakukan secara turun-temurun itu memiliki nilai kehidupan bagi kita, nilai dalam arti ketuhanan, nilai sosial, nilai kemanusiaan, nilai ketenangan hidup, nilai kebahagiaan, nilai ketenteraman," katanya.
Sungkem Tlompak ungkapan syukur warga gunung atas hidup bersama
Senin, 15 April 2024 18:12 WIB