Pontianak (ANTARA Kalbar) - Provinsi Kalimantan Barat mempunyai perbatasan darat dengan Sarawak, Malaysia, yang panjangnya 966 kilometer. Jarak yang tidak dekat, terlebih dengan infrastruktur terbatas dan tekstur daerah yang umumnya di berupa perbukitan atau pegunungan.
Kondisi itu membuat perbatasan di Kalbar menjadi daerah yang rentan kegiatan ilegal serta tindakan yang mengancam keutuhan bangsa.
Komandan Korem 121/ABW, Kolonel (Inf) Binarko Sugihantyo mengatakan, ancaman yang mengemuka saat ini di daerah perbatasan berupa kegiatan ilegal yang melingkupi banyak hal. "Mulai dari penambangan, perdagangan, pembalakan, hingga trafficking," kata Binarko.
Menurut dia, dampak dari kegiatan-kegiatan ilegal itu dapat mengancam kedaulatan Indonesia. "Yang jelas, negara dan masyarakat yang dirugikan," kata dia.
Ia mencontohkan, penyelundupan gula kalau dibiarkan dapat mengganggu kehidupan petani tebu di sentra-sentra tebu di Indonesia. "Dampaknya akan luar biasa kalau dibiarkan," katanya.
TNI menyadari pentingnya pengawasan di daerah perbatasan yang terpencil, jauh dari pusat pemerintahan, dan minim infrastruktur. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membentuk pos-pos pengamanan di perbatasan.
Saat ini, TNI mempunyai 33 pos pengamanan di sepanjang perbatasan Kalbar dengan Sarawak. Jumlahnya akan terus ditambah seiring kebutuhan dan kemampuan pemerintah.
"Rencananya, akan ditambah 8 pos baru, dua diantaranya merupakan relokasi dari lokasi lain," ujar dia.
Upaya Pendekatan
Dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada dalam menjaga perbatasan, menggandeng masyarakat setempat merupakan cara yang efektif bagi TNI. Binarko mengungkapkan, salah satu pertimbangan untuk menempatkan pos pengamanan perbatasan adalah lokasi yang menjadi pintu keluar masuk kegiatan ilegal.
"Untuk jarak dan jangkauan relatif, tetapi lokasi yang menjadi pintu keluar masuk kegiatan ilegal yang diutamakan," katanya.
Ia mencontohkan perbatasan yang masuk wilayah Taman Nasional Betung Kerihun, Kabupaten Kapuas Hulu. Ada 364 kilometer panjang perbatasan di Taman Nasional Betung Kerihun yang belum dijaga TNI.
"Pertimbangannya, karena jarang kegiatan masyarakat beraktivitas di kawasan itu. Untuk mencapainya juga sulit," kata Binarko yang pernah menjabat sebagai Staf Ahli Pangdam Bidang Ideologi di Kodam II Sriwijaya itu.
Untuk itu, lanjut dia, dimanapun berada, TNI selalu melakukan pendekatan bina teritorial ke masyarakat. Tujuannya untuk memperkuat rasa nasionalisme serta militansi ke negara.
Diantaranya melalui pendidikan bela negara, penyuluhan maupun kegiatan kemasyarakatan lainnya.
TNI pun mendapat berbagai kemudahan dengan pendekatan bina teritorial ini. Misalnya, kalau ada pelanggaran batas negara, tidak hanya TNI tetapi masyarakat ikut melapor.
"Contoh, sewaktu ada alat berat masuk ke wilayah perbatasan di Kalbar dari Malaysia, masyarakat yang memberitahukan ke TNI. Merah putih, meski jauh, tetapi rasa bela negara tetap muncul," katanya.
Di bidang pendidikan, ada sejumlah personil TNI yang membantu mengajar di wilayah terpencil. Salah satunya di Nanga Badau, Kabupaten Kapuas Hulu.
Ia menegaskan, TNI menjadi kekuatan utama sedangkan masyarakat adalah kekuatan pendukung. Ini dua hal yang saling berkaitan dan memperkuat satu sama lain.
"Lagu" Lama
Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya mengakui bahwa masalah yang selalu dihadapi dalam pembangunan wilayah perbatasan adalah kewenangan pengelolaan, dana dan infrastruktur.
"Ini menjadi salah satu bentuk permasalahan perbatasan yang hampir sama. Masalah kewenangan pengelolaan, infrastruktur dan dampak ketertinggalan," kata Christiandy Sanjaya.
Menurut dia, kewenangan dan dana yang besar untuk wilayah perbatasan, ada di pemerintah pusat. Sedangkan di provinsi dan kabupaten/kota, dapat menyediakan dana untuk perbatasan namun ada kewenangan yang tidak bisa dimiliki.
Kawasan perbatasan umumnya daerah terisolir sehingga potensi alamnya tidak dapat tergali secara optimal. "Lagi-lagi kendalanya dana dan infrastruktur," kata dia.
Kepala Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama Provinsi Kalbar, MH Munsin mengatakan, daerah yang mempunyai wilayah perbatasan perlu melakukan kerja sama antarprovinsi. Tujuannya memecahkan persoalan yang dihadapi secara bersama-sam terutama menyangkut kelembagaan dalam mengelola perbatasan.
Danrem 121/ABW Kolonel (Inf) Binarko Sugihantyo mengatakan, faktor keamanan daerah ikut memegang peranan penting dalam membangun wilayah perbatasan. Ia yakin, kalau daerah tersebut aman, maka investor akan gampang masuk.
"Di daerah yang keamanannya kondusif, investasi akan masuk," katanya menegaskan. Dalam posisi itu, ujar Binarko, pihak TNI memberi jalan dan ruang untuk mewujudkan rasa aman.
(T011)