Pontianak (Antara Kalbar) - Ketua Majelis Kerajaan Kalbar (MKKB) Pangeran Ratu Kertanegara, Gusti Kamboja mendesak DPRD Kalbar agar mengkaji ulang atau menghentikan pembahasan Raperda tentang masyarakat hukum adat.
"Kami minta dan menyarankan, apabila DPRD Kalbar ingin menggunakan hak inisiatifnya untuk membuat perda tentang masyarakat adat, maka harus melakukan penelitian empiris yang aspiratif pada semua masyarakat di seluruh kabupaten/kota Kalbar, sehingga perda tersebut benar-benar merupakan kebutuhan seluruh masyarakat," kata Gusti Kamboja di Pontianak, Selasa.
Saat menyampaikan pendapatnya pada anggota DPRD Kalbar, perwakilan MKKB juga menyatakan, kerajaan di Kalbar sebagai kesatuan atau representasi masyarakat adat dan budaya yang bersifat khas masih memiliki adat istiadat, kesenian, sistem pengetahuan, dan cagar budaya agar dalam penyusunan dan pembuatan perda adat, ke depan menjadi objek pengaturan dan subjek hukum di dalam perda tersebut.
"Selain itu, kami minta DPRD Kalbar juga dalam membuat produk berupa perda tentang hukum adat harus dapat mengantisipasi produk hukum yang sama yang diatur oleh peraturan perundang-undangan di atasnya, mengingat saat ini Pansus DPR RI sedang membahas UU tentang Kebudayaan," katanya.
Selain itu, karena beberapa peraturan perundang-undangan di atasnya sudah ada yang mengatur tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, maka agar terjadi sinkronisasi dan harmonisasi dengan produk perda dengan Perpu.
"Kami menyarankan agar produk perda ke depannya nanti bersifat `perda payung` yang mengayomi seluruh masyarakat adat di Kalbar, seperti perda yang mengatur tentang fasilitas, inventarisasi dan kelembagaan adat," katanya.
Menurut MKKB, Raperda inisiatif DPRD Kalbar tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat memiliki banyak kelemahan dan kekurangan karena tidak sesuai dengan UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Perpu.
Seperti naskah akademik yang dibuat pihak konsultan tidak dilaksanakan dengan benar, yakni harus melalui hasil penelitian empiris dan aspiratif terhadap keberagaman masyarakat adat di Kalbar. Kemudian kerajaan di Kalbar yang juga memiliki hukum adat tidak pernah ditanya atau diminta pendapat oleh konsultan yang menyusun naskah itu.
Gusti menambahkan, pengakuan dan perlindungan masyarakat adat telah diatur dalam Permendagri No. 52/2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Selain itu, pemerintah juga telah mengatur penetapan hak komunal atas tanah masyarakat hukum adat melalui Permen Agraria/Kepala BPN No. 10/2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu.
Sementara itu, Ketua Pansus DPRD Kalbar, Martinus Darno seusai menerima penyampaian aspirasi dari Majelis Kerajaan Kalbar menyatakan, pada prinsipnya pihaknya menerima semua masukan dari setiap elemen masyarakat, dan termasuk dari Majelis Kerajaan Kalbar.
Ketua DPRD Kalbar, M Kebing juga menyatakan, dengan adanya aspirasi dari Majelis Kerajaan Kalbar, maka akan semakin memperkaya masukan-masukan kepada anggota Pansus DPRD Kalbar.
"Intinya mereka mau (Majelis Kerajaan Kalbar) memberikan sumbangan pikiran untuk Raperda tersebut," katanya.
(A057/E001)